News Update :

Perubahan

Thursday, June 13, 2013

Perubahan. Kosakata yang seringkali terdengar dalam setiap event pergantian manajerial, baik manajemen pribadi maupun individu. Perubahan. Mudah diucapkan, tapi masih sering disalah-pahami oleh kita. Sejalan dengan kecepatan teknologi, perubahan dituntut juga untuk bergerak cepat, seiring selangkah. Kita seolah lupa kalau perubahan itu ada yang memang cepat (revolusi), dan ada juga yang lambat (evolusi).
downloadSuatu perubahan yang lazimnya memang harus lambat karena beberapa hal, kita paksa untuk bergerak cepat. Seolah kata lambat di jaman serba teknologi canggih ini selalu negatif. Lamban = ketinggalan. Ketinggalan = kemunduran. Kemunduran = suram. Pokoknya semuanya serba negatif. Apa iya harus dipersepsikan begitu?Saya pikir tidak.

Tuhan memang mengingatkan bahwasanya Ia tidak akan mengubah kondisi suatu masyarakat, jika orang-orang di dalam masyarakat itu tidak ada usaha untuk berubah dimulai dari diri mereka sendiri (cek QS. Ar Ra’d : 11). Sekedar omdong, bahasa awamnya. Berdoa terus supaya dijauhkan dari segala maksiat dan kemungkaran, tapi sholatnya masih bolong-bolong. Minta diberikan kecerdasan dan keluasan ilmu, tapi belajar saja masih ogah-ogahan. Dalam beberapa hal, perubahan itu butuh proses. Proses itu bisa memakan waktu lama, karena memang sangat prinsipil, tapi ada juga yang cepat. Seperti misalnya sistem kearsipan keraton yang ternyata tidak secepat perkembangan sistem kearsipan di birokrasi modern. Padahal kearsipan Indonesia sudah termasuk lamban perubahannya, tapi toh masih ada yang lebih lamban. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan pihak keraton. Bahkan mungkin kita perlu mempertahankan sistem kearsipan yang terlihat tua itu karena faktor keistimewaan. Ya, bukankah Yogyakarta itu daerah istimewa? Selain karena pola pemerintahannya, sosial budayanya, bisa juga dilihat pada sistem kearsipannya sebagai penunjang kegiatan pemerintahan keraton. 
Alon-alon asal kelakon yang dipegang sebagian besar orang Jawa ini tidak sepenuhnya negatif. Jika memang bisa dipercepat, maka percepatlah. Tapi kalau memang sebaiknya lambat, tahap demi setahap karena faktor tertentu, ya sudah. Yang penting jangan diam. Manusia yang terlalu lama diam, bisa jadi sarang berbagai penyakit, fisik hingga ruhani. Satu yang harus ditekankan, jangan gunakan alon-alon asal kelakon untuk menunda-nunda kewajiban yang bisa kita lakukan saat itu juga. Hobi dengan mepet deadline padahal waktu senggang sangat luas. Siapa bisa jamin satu detik lagi kita masih hidup, hah?

Wallahua'lam…




Rina Rakhmawati

Melihat Kembali Tanya Kita

Tuesday, June 11, 2013

 Malu bertanya sesat di jalan. Tapi terlalu banyak bertanya juga bukan tidak mungkin malah semakin sesat di jalan. Meski diam adalah emas, bertanya juga mutlak dibutuhkan dalam proses belajar. Saya pribadi tidak setuju dengan istilah otodidak yang disamakan dengan belajar sendiri tanpa guru. Wong yang bersama guru saja kadang tersesat, tidak paham, apalagi yang tanpa guru?Makin tambahlah tersesatnya.
question
Bertanya tidak menandakan bahwa si penanya itu bodoh, hanya tidak tahu, tidak paham. Bertanya yang saya maksud di sini bukan merujuk pada pertanyaan retoris ya. Tapi bertanya dalam rangka mencari pengetahuan baru, menggali pemahaman lebih dalam. Sayangnya, ada sebagian orang-orang yang menyalah-gunakan bertanya. Bertanya ala filsuf kafir. Sesuatu yang sudah jelas, masih saja dipertanyakan tanpa tujuan jelas dan manfaat nyata. Sekedar pemuas nafsu diri, atau bahkan parahnya untuk beradu intelektual yang tidak jarang berujung pada debat kusir. Padahal, Tuhan sangat benci pada debat kusir. Lebih disayangkan lagi, perdebatan yang sering ditemui di kalangan mahasiswa, muslim lagi. Tidak jarang, saudara-saudara kita sebagian masih sering bertanya banyak hal dengan metode atau cara bertanya ala filsuf kafir. Pun yang diperdebatkan seringnya masalah cabang, yang tidak jarang penyelesaiannya berbeda-beda. Seperti sudah sekaliber ulama saja. Jumhur ulama pun masih sering diotak-atik. Astaghfirullah… Ada penjelasan menarik yang saya dapatkan dari sebuah hadist berikut:

Abu Hurairah Abdurrahman bin Shahr ra.berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Apa yang kularang, jauhilah, dan apa yang kuperintah,laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah banyak bertanya dan berselisih dengan nabi mereka” (h.r. Bukhari dan Muslim)
Dalam kandungan hadist yang dipaparkan dalam kitab Al Wafi’, ada beberapa point penting yang menyangkut soal pertanyaan dan etika bertanya yang diatur dalam Islam. Berikut saya kutipkan:

1. Macam-macam pertanyaan
a. Pertanyaan yang diperintah.
a.1 Bersifat fardhu ‘ain, karena setiap orang wajib menanyakannya, yaitu yang berkenaan dengan urusan agama yang harus dilakukan. Seperti yang berkaitan dengan bersuci, sholat, puasa Ramadhan, zakat (bagi yang wajib zakat), haji (bagi yang mampu untuk melaksanakan), jual beli, nikah dan perkara-perkara yang lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing mukallaf (orang yang sudah terbebani kewajiban). Bertanya soal ini pun haruslah pada orang-orang yang memahami, seperti pada firman Allah dalam QS. An Nahl: 43, “Maka tanyakanlah kepada orang yang mengerti, jika kalian tidak mengetahui“.

a.2 Bersifat fardhu kifayah, artinya tidak semua orang wajib menanyakan, cukup sebagian saja. Yang terpenting, ada orang yang menanyakannya. Karena jika tidak ada maka seluruh kaum muslim mendapat dosa. Pertanyaan yang bersifat ini adalah yang bertujuan mendalami permasalahan, misalnya mendalami fiqih, hadist, tafsir dan lain sebagainya. Namun bukan hanya bertujuan untuk pengalaman, tetapi juga untuk menjaga kemurnian agama, mengeluarkan fatwa, mengemban amanah dakwah dan untuk mengajarkan kepada masyarakat berbagai masalah yang diperlukan, sehingga mereka tidak terperosok ke dalam lembah kesesatan. Hal ini seperti dalam firman Allah Swt. QS. At Taubah: 122, “Tidak sepatutnya bagi orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Hendaklah dari tiap-tiap golongan ada yang pergi untuk memperdalam urusan agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri“.

a.3 Mandub (Dianjurkan), artinya seorang muslim dianjurkan untuk menanyakannya, misalnya tentang berbagai amalan sunnah, atau untuk memperjelas hal-hal seputar sah atau batalnya satu perbuatan.

b. Pertanyaan yang dilarang
b.1 Haram, artinya orang yang bertanya akan mendapatkan dosa. Pertanyaan tentang sesuatu yang sengaja dirahasiakan Allah, dan telah ditegaskan bahwa masalah tersebut hanya menjadi urusan Allah. Misalnya, tentang waktu tibanya hari Kiamat, hakikat ruh, rahasia qadha dan qadar, dan sebagainya

b.2 Pertanyaan yang bertujuan untuk mengejek.

b.3 Bertanya tentang mukjizat dengan sikap menentang, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik
 
b.4 Menanyakan sesuatu yang rumit dan hampir tidak bisa dijawab. Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Muawiyah ra., bahwa Nabi Saw. melarang alghuluthath, yaitu perkara-perkara yang sangat rumit. Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Muawiyah ra. bahwa Nabi Saw. melarang alghuluthath, yaitu perkara-perkara yang sangat rumit. Larangan ini lebih disebabkan karena masalah-masalah tersebut tidak mendatangkan manfaat bagi agama, bahkan mungkin tidak pernah terjadi. Dalam sebuah hadist disebutkan, “Akan datang kepada umatku, suatu kaum yang menanyakan kepada para ulama berbagai permasalahan yang rumit, mereka inilah seburuk-buruk umatku” (h.r. Thabrani). Pada point ini mengingatkan kita pada sebagian manusia yang menyebut dirinya sebagai filsuf. Saya tidak akan mengadili bahwa semua filsuf itu sesat, namun diperlukan kehati-hatian yang ekstra agar pemikiran-pemikiran, pertanyaan-pertanyaan yang muncul tidak banyak menimbulkan kekacauan berpikir, korosi aqidah. Tidak jarang pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan terlihat sepele dan berbahasa sangat awam, namun penjelasan dibalik pertanyaan-pertanyaan itu menjadi perusaknya.

c. Makruh, pertanyaan yang lebih baik ditinggalkan. Walaupun jika ditanyakan, ia tidak berdosa.
c.1 Pertanyaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, yaitu pertanyaan yang tidak ada manfaatnya untuk dijawab, bahkan bisa jadi akan membuka aib si penanya.

c.2 Bertanya tentang sesuatu yang didiamkan oleh syara’, artinya tidak ditegaskan halal atau haramnya karena dikhawatirkan justru akan semakin menambah beban. Rasulullah Saw. bersabda, “Kesalahan yang paling besar bagi umat Islam terhadap umat Islam lainnya, adalah menanyakan sesuatu yang sebenarnya didiamkan oleh syara’. Lantas karena pertanyaannya, menjadi diharamkan” (h.r. Muslim).

c.3 Mubah, yaitu pertanyaan-pertanyaan selain yang tercakup dalam jenis pertanyaan sebelumnya di atas. Imam Nawawi menukil dari Al-Khathabi dan ulama lainnya, ketika mengomentari sabda Rasulullah Saw.: “Kesalahan yang paing besar bagi umat Islam terhadap umat Islam…..”, bahwa hadist ini ditujukan untuk orang yang bertanya secara berlebihan dan tidak ada gunanya. Sedangkan orang yang bertanya karena terpaksa maka tidaklah mengapa, sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Anbiya : 7, “Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang mengerti“.
 
Selain jenis-jenis pertanyaan, DR. Musthafa dalam Al Wafi’ juga menegaskan bahwa bertanya tentang suatu ilmu adalah terpuji, manakala pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengamalkannya, bukan untuk perdebatan. Oleh karena itu, banyak shahabat ra. dan tabi’in yang tidak suka terhadap pertanyaan tentang hal-hal yang belum terjadi.

Mari bersama selalu saling mengingatkan, saling menasihati dalam proses belajar menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Jauhilah segala bentuk berpikir  yang menjauhkan hati dan lisan dari mengagungkan Allah Swt. Jauhilah juga perkumpulan atau majelis pemikiran yang sesat lagi menyesatkan dalam berkomunikasi, dalam proses belajar hingga melahirkan korosi aqidah. Dekatilah taman-taman surga seperti yang diperintahkan Rasulullah Saw. yaitu perkumpulan, majelis ilmu yang senantiasa mengingat keagungan Allah Swt., dengan meninggalkan segala bentuk perdebatan yang mengarah pada debat kusir.

Semoga yang sedikit ini mampu menjadi pembelajaran sekaligus pengingat bagi diri yang juga tidak pernah luput dari pemikiran-pemikiran nyleneh. Jaga mata, jaga hati, jaga pikir, jaga lisan.


Referensi :
Al Wafi (Syarah Kitan Arba’in An-Nawawiyah) karya DR. Musthafa Dieb Al Bugha Muhyidin Mistu, bab Memilih yang Mudah dan Meninggalkan yang Susah




Rina Rakhmawati

HIJAB FISIK? Emang penting hah?*

Saturday, May 25, 2013

“Ngapain sih pake hijab segala kalo rapat. Ribet tauk. ngomongnya gak jelas, pasti kacau entar pas koordinasi”

“Ya emang kudu begitu. Biar ngejaga pandangan. Soalnya kadang rapat kan lebih dari 1 jam. Entar kalo pandang-pandangan terus bisa muncul perasaan-perasaan dari setan, apalagi kalo mandang gue tuh, semenit aja orang klepek-klepek apalagi berjam-jam hahaha”

“Ah elu mah. Sekarang coba pikir, pas rapat pake hijab, sok-sok-an gak pandang-pandangan, tapi entar liat aja diluar setelah rapat. Paling say “hai”, say “halo” lagi. Hai akhi, hai ukhti lagi. Tetep aja diluar bisa deket. Jadi buat apa”.

Diatas adalah potongan percakapan antara saya dengan seorang teman di lembaga dakwah. Saat itu kami berdiskusi tentang fungsi dari hijab fisik tersebut. Hijab yang kami bicarakn disini adalah hijab fisik yang digunakan untuk pembatas antara ikhwan dan akhwat agar tidak terjadi ikhtilat, bukan hijab fisik yang mengacu ke pakaian yang digunakan kaum muslimah yaitu baju yang menutup aurat secara umumnya dan jilbab secara khususnya. Saya agak sulit menjawab mengapa hijab fisik penting. Sehingga saya harus berfikir beberapa saat dulu untuk menemukan jawaban yang bisa memuaskan teman saya.

Seringkali banyak orang mempertanyakan fungsi hijab fisik yang sering digunakan dalam syuro. Jangankan orang pada umumnya, sesama aktivis dakwah saja terkadang mempertanyakan fungsinya. Mungkin bukan mutlak mempertanyakan fungsinya, tapi lebih pada “hambatan” yang ditengarai muncul karena keberadaan hijab fisik. Alasan klasik yang sering mengemuka adalah buruknya koordinasi yang tercipta saat syuro karena keberadaan hijab fisik tersebut yang lantas berpengaruh pada kinerja suatu lembaga dakwah dalam menyusun dan melaksanakan sebuah kegiatan.

Hijab menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti “dinding yang membatasi sesuatu dengan yang lain” lebih lengkapnya “dinding yang membatasi hati manusia dengan Tuhan”. Dalam bahasa arab, hijab berarti “penghalang”. Jika ditarik benang merah, intinya hijab adalah pembatas, penghalang antara sesuatu dengan yang lain dan jika mengacu pada hijab fisik yang digunakan pada saat syuro maka definisinya adalah pembatas antara ikhwan dan akhwat agar tidak terjadi ikhtilat.

Intinya adalah, hijab fisik ini digunakan untuk membatasi atau menjaga pandangan. Ayat tentang pentingnya menjaga pandangan kepada yang bukan mahram tertuang dalam surat An-Nur ayat 30-31:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman:”hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31)

Mengambil sebuah tulisan dalam buku terjemahan Al-‘Iffah Madhahiruha wa Tsamaaruha bahwa:

“Sesungguhnya pandangan itu termasuk panahnya iblis, jika seseorang tidak dapat mengekang dan mengendalikan pandangan pertamanya, maka ia akan menggiringnya ke jeratan nafsu. Ia akan bersemayam,  dan memperkeruh suasana hatinya, menimbulkan angan-angan dan ilusi serta membangkitkan nafsu birahi. Hal ini menjadikan hati sakit dan melemahkan badan...”

Sejujurnya saya termasuk orang yang fleksibel. Yang ketika syuro, ada hijab atau tidak ada hijab saya sih oke saja. tapi mencermati tulisan diatas bahwa salah satu panah iblis adalah pandangan yang kemudian dapat membawa angan-angan seorang anak manusia kemana-mana memang ada benarnya. Sering kita mendengar “dari mata turun ke hati”, iya kalau turun ke hati, bagaimana kalau setan sukses mengubah menjadi “dari mata turun ke kemaluan”? waduh...celaka dunia akhirat kita.

Perlu diingat, ALLAH berfirman:

(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus”

kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka bersyukur”
(Q.S. Al-A’raf: 16-17)

Iblis akan datang menggoda anak adam dengan segala macam cara bahkan dari segala arah. Salah satunya tentu pandangan-pandangan yang terkadang tidak terjaga tadi.

Memang, tipe orang berbeda-beda, ada yang berargumen bahwa mereka tidak akan terpengaruh apalagi sampai terbawa nafsu ketika terjadi pandangan ke yang bukan mahram dalam waktu yang cukup lama. Saya juga tipe seperti itu. Tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba mencegah segala akses masuk godaan setan.

Lantas, setelah melakukan perenungan dan sedikit studi, saya bisa menjawab pertanyaan teman saya “Ah elu mah. Sekarang coba pikir, pas rapat pake hijab, sok-sok-an gak pandang-pandangan, tapi entar liat aja diluar setelah rapat. Paling say “hai”, say “halo” lagi. Hai akhi, hai ukhti lagi. Tetep aja diluar bisa deket. Jadi buat apa”.

Maka suatu ketika saya jawab degan balik bertanya: “Lu ngapain nyuci baju?”

“Ya kan kotor. Dicuci biar bersih”

“Lah kan ntar kotor lagi. Ngapain dicuci kalo ntar kotor lagi”

“Yah tetep dicuci lah. Namanya juga siklus hidup. Sama aja kayak ngapain lu nyapu halaman rumah lu ntar kan kotor lagi.”

“Nah pinter tuh elu. Sama aja kayak iman kita coy. Mau lu upgrade kayak apa ntar ya pasti ada aja celahnya setan masuk nyebarin virus. Tapi kan tugas kita untuk terus memperbaharui iman dan mencegah sekecil apapun kemungkinan setan bisa nyebarin virus jahatnya. Sama aja kayak hijab. Hijab fisik buat rapat itu salah satu upaya membatasi ikhtilat. Jika nanti terjadi ikhtilat diluar itu ya karena tidak adanya upaya buat ngebatasin ikhtilat itu. Ya kalo bisa ya hijab fisik itu ada dimana-mana, tapi kan ya susah. Ya udah intinya yang bisa dilakonin, lakonin dulu, bray!”

Temen saya itu menggut-manggut. Namun ia bertanya lagi.

“Soal komunikasi waktu rapat gimana. Tetep aja hijab itu ngehalangin koordinasi antar panitia. Terutama ikhwan dengan akhwatnya”

Dan saya langsung bisa menjawab.

“Woy ini 2013. Sound system ada dimana-mana. Pake sound! Taro tengah-tengah. Colokin mic. Selesai. Jadi yang harus dilakukan para aktivis dakwah itu ngakalin gimana caranya komunikasi tetep terjaga tapi ya hijab tetep ada.”

“Lah kalo lembaga dakwahnya gak punya uang buat beli sound?”

“Bodo amat! Salahnya kenapa miskin. Kudu kaya dong. Usaha. Ya kali lembaga dakwah mau miskin mulu. Ato tereak-tereak kek. Inget. Cari sound, colokin mic, puter volume maksimal TINGGAL NGOMONG DAHHH!!” teriak saya langsung di telinganya.

Alasan lemahnya koordinasi yang terjadi saat rapat dengan menggunakan hijab karena suara yang terkadang tak terdengar dengan jelas hendaklah diatasi sebaik mungkin oleh para aktivis dakwah. Salah satunya dengan kehadiran sound system. Tidak usah sound yang mahal, cukup sound berupa wireless toa portable yang mudah dibawa kemana-mana. Ingat, selalu ada jalan jika kita mau berpikir dan berusaha.

Jadi hijab fisik? Penting gak? Ya saya kembalikan ke anda.

Referensi:

Zulkifli (Ed). ‘Iffah: Bekal bagi Muslim dan Muslimah di Masa kini. Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka

“Hijab.” Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. KBBI Online. Web. 20 Maret. 2013.


*Artikel ini sebelumnya pernah dipublikasikan di EraMadina.com

picture taken from: mediasholeha.files.wordpress.com

Belajar dari Pak Suharno, seorang sopir taksi di Yogyakarta

Friday, March 15, 2013

"Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (Q.S. AN-NAJM: 39)

Senin, tanggal 11 Maret hujan menyambut jogja di pagi hari. Jika biasanya saya akan bersorak gembira dan berteriak “I LOP YU PULL RAIN!!” seraya bersembunyi di balik selimut untuk melanjutkan petualangan panjang di pulau kapuk,namuntidak untuk hari itu. Saya harus  beraktivitas sejak pagi mempersiapkan segala keperluan untuk pulang ke kampung halaman. Pesawat berangkat pukul 9 pagi. Meskipun hujan tampak enggan berhenti, Saya tetap harus berburu taksi sekitar pukul 7 pagi.

Taksi model sedan putih dengan seorang laki-laki tua berumur 70 tahun di dalamnya adalah satu-satunya taksi yang tampak di sepanjang jalan magelang pagi itu. Singkat kata, lelaki tua yang belakangan kukenal dengan nama Pak Suharno pun mengantarkan saya menembus hujan menuju bandara di pagi yang dingin itu. Tipikal orang jawa, dengan siapapun, keramahan mereka takkan hilang. Obrolan ringan pun mengalir.

Pak Suharno: “Pulang kemana mas?”

Saya: “Bengkulu pak”

Pak Suharno: “wah jauh sekali. Transit ya mas?”

Saya: “Iya pak transit di jakarta. Ya jauh-jauh buat belajar pak. Amanah orang tua”

Pak Suharno: “Kuliah dimana”

Saya: “Di UGM pak”

Pak Suharno: “Wah seperti anak pertama saya. Nanti mas kalau sudah lulus mau kerja jangan di jogja mas.

 Di daerah mas saja. masih banyak daerah-daerah atau kabupaten-kabupaten yang tertinggal

Saya: “Oh iya pak. Betul sekali” (sedikit tersindir, tersenyum kecil dan menanggapi hanya dengan pernyataan normatif)

Pak Suharno: “Seperti anak saya itu mas, sekarang ada di Tenggarong. Kerja disana.”

Saya: “Wah kerja apa pak?”

Pak suharno: “Dokter mas”

Saya: “(tercengang) Dokter pak? Anak bapak dokter?”

Pak Suharno: “Iya, dulu kuliah kedokteran di UGM. Sekarang tugasnya di tenggarong. Anak kedua saya jurusan teknik sekarang kerja di telkomsel jakarta. Terus yang terakhir baru saja lulus. Sempat di jogja menemani saya tapi sebulan lalu pindah, jadi dosen di UNS.

Saya: “SUBHANALLAH...!” (Termangu dan terkagum-kagum) bapak luar biasa pak. Alhamdulillah sukses semua ya pak

Pak Suharno: “Ya begitulah mas. Usaha keras banting tulang sana-sini”

Saya: “Sudah lama jadi sopir pak?”

Pak Suharno: “Dari tahun 2001 atau 2002 saya lupa mas. Ya sekitar itu. Tapi ini saya masih kerja ini karena saya itu nggak bisa diam di rumah.”

Saya: “Iya ya pak. Karena hobi ya pak? Lagipula anak-anak bapak sudah sukses semua.”

Pak Suharno: “Iya mas. Saya cuma ngisi waktu ini. Anak-anak itu sering sekali nelpon saya. Misalnya jam 8 malem itu saya ditelpon terus saya jawab masih di jalan ngantar penumpang, saya diomelin itu mas. dimarah-marah sama anak-anak saya. Tapi ya bagaimana mas, daripada nganggur nggak ngapa-ngapain di rumah.”

Saya: “Wah hebat bapak. Sudah lanjut usianya tapi masih semangat.”

Pak suharno: “Ya memang harus begitu mas. Kita harus selalu semangat menjalani hidup itu bagaimanapun keadaannya. Daripada mengeluh terus dengan apa yang ada, lebih  baik kita berusaha memperbaiki keadaan. Yang penting itu usaha. Terus saya juga kalau kerja itu prinsipnya yang penting mencintai pekerjaan saya, senang dan ikhlas, mas.”

Saya: *Speechless.... (dalam hati masih bingung, bagaimana seoarang supir taksi bisa membiayai kuliah ketiga anaknya sampai selesai dan sukses. Bahkan salah satunya jurusan kedokteran!)

Penasaran berlanjut saya beranikan bertanya lebih lanjut..

Saya: “Sebelum tahun 2000-an bapak kerja apa pak?”

Pak suharno: “Wah serabutan mas. Saya itu bukan orang pinter kayak mas. Jadi saya kerja asal-asal-an pokoknya demi kuliah anak-anak saya. Apalagi yang kedokteran itu biayanya macem-macem dan waahhh tingginya. Pontang-panting mas kerja sana-sini, sampai ya letihnya itu luar biasa.Ini jadi supir taksi, pekerjaan saya yang paling ringan daripada sebelum-sebelumnya.”

Saya: (ALLAHU AKBAR! SUBHANALLAH...bersorak dalam hati. Saya kira mungkin bapak ini punya pekerjaan yang lebih reliable sebelum jadi supir taksi, ternyata tidak...SUBHANALLAH..)

Pak Suharno: “Saya juga sekarang heran. Kata anak pertama saya itu di tenggarong itu masih kurang tenaga kesehatan terutama dokter. Ya lihat sekarang mas, mana ada mahasiswa lulusan kedokteran yang mau ditempatkan di daerah pelosok. Kalau saya lihat mas, UGM terutama, berubahnya sudah jauh sekali dari zaman anak saya kuliah dulu. kampusnya sekarang itu sudah seperti parkiran mobil tho mas. Itu kan pasti anak-anak orang kaya semua. Tidak salah sebenarnya. Masa jadi anak orang kaya disalahin. Tapi cenderungnya tho mereka tidak ada yang mau mengorbankan diri mengabdi di pelosok-pelosok daerah yang butuh tenaga kesehatan.”

Saya: “Betul pak. Betul sekali.”

Pak Suharno: “Sampean nanti kalau sudah lulus sudah ada rencana, mas?”

Saya: “Sebenarnya saya sudah lulus pak. Sedang menunggu wisuda. Mau langsung S2 pak”

Pak Suharno: “Mau jadi dosen ya mas? Ingat mas, utamakan daerah sendiri dulu. Tenaga pengajar berkualitas juga dibutuhkan dimana-mana apalagi di daerah yang tertinggal.”

Saya: “Hehehe iya pak. Insya Allah.”

Pak Suharno: “ini sudah mau sampai. Jam berapa tho pesawatnya mas?”

Saya: “9 pak (sambil meneliti tiket).”

Pak Suharno: Pas tho. masih ada satu jam

Tepat di depan gerbang keberangkatan, argo taksi menunjuk angka 57.550. Masih di dalam taksi, saya menyodorkan uang sebesar Rp 60.000. pak Suharno menolak dan mengembalikan selembar sepuluh ribuan.

Saya: “Lho pak. Itu kan 60.000 di argonya. Kok dikembalikan?”

Pak Suharno: “Sudah mas. Tidak apa-apa. Kebanyakan. Ini ambil saja”

Saya: “Wah pak jangan. Saya nggak mmenuhi kewajiban saya nanti pak sesuai yang tertera di argo”

Pak Suharno: “Sudah mas. Ambil saja. sedekah juga sudah menjadi kebiasaan saya dari dulu. itulah kenapa rezeki dari Allah selalu ada (sedikit memaksa dengan menaruh uang itu di saku jas saya)

Saya: “Waduh. Ya sudah pak. Terima kasih banyak kalau begitu. Mari pak Assalammu’alaikum.”

Pak Suharno: “ya ya mas. Mari. Semoga sukses. Wa’alaikumsalam.”

Sekilas memang sekedar pengalaman yang sederhana. Tapi bagi saya pertemuan singkat dengan Pak Suharno telah memberikan saya banyak pelajaran berharga tentang bagaimana sebaiknya kita mensyukuri hidup. Setidaknya, ada empat hal yang dapat saya ambil. Pertama, Tidak pernah mengeluh dengan keadaan yang kita terima tapi sebaliknya, bersyukur dengan mewujudkannya lewat kerja keras. Ikhlas adalah hal kedua yang mesti kita miliki. Karena dengan keikhlasan tersebut, kita pun sudah siap dan ridho terhadap apa saja yang sudah dan yang akan terjadi. Efeknya pun juga luar biasa. Misalnya pada pekerjaan, seperti kata Pak Suharno, bekerja karena mencintai pekerjaan itu sendiri. Yang ketiga adalah tetap semangat. Seletih apapun tubuh kita, semangat untuk menjalani hidup tak boleh hilang. Kita dapat belajar itu dari seorang laki-laki yang sudah berumur 70 tahun bernama Pak Suharno. Sebagai tambahan, sedekah pun bisa dijadikan ‘jalan pintas’ lain untuk menggapai kesuksesan disertai ridho Allah.

Akhir kata, alangkah baiknya kita selalu mengingat beberapa ayat Allah ini.

Yang pertama tentang rasa syukur:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan,”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”(Q.S. Ibrahim: 7)

Jika seorang dengan serba berkecukupan saja mampu mewujudkan mimpi lewat syukur dan kerja kerasnya, maka apakah kita dengan segala hal yang lebih dari cukup sudah memaksimalkan karunia Allah? Maka mari simak ayat yang selalu diulang-ulang di dalam surat Ar-Rahman:

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”(Q.S. Ar-Rahman: 13)

Dan yang terakhir, seperti telah ditulis sebelumnya di awal tulisan, tentang intisari dari kegigihan berusaha sebagaimana dalam surat An-Najm:

“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasannya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)” (Q.S. An-Najm: 39-40)

 

MARI LAWAN VALENTINE

Wednesday, February 13, 2013

Seperti halnya pro-kontra tentang mengucapkan selamat pada hari raya natal, isu perlawanan terhadap hari valentine juga tidak akan pernah berakhir  dan akan terus dibahas setiap tahunnya. Begitu bulan februari tiba, maka isu terhangat yang akan mengemuka di kalangan pejuang dakwah adalah bagaimana melawan hari valentine dengan cara yang ampuh.

Terlepas dari kemungkinan besar bahwa para pejuang dakwah telah tahu sedikit banyak tentang sejarah hari valentine, mari sedikit membahas kembali tentang apa sebenarnya hari valentine itu. Sebenarnya begitu banyak versi asal-muasal hari valentine ini. Yang paling umum ada dua, yaitu yang

Ada pula yang mengacu pada perayaan yang telah dilaksanakan jauh sebelum waktu masehi tiba, yaitu pada masa athena. Dikatakan bahwa perayaan ini tidak memiliki tanggal yang pasti namun diperkirakan terjadi antara januari dan februari yang lebih familiar disebut dengan bulan gamelian, sebagai sebuah perayaan pernikahan dewa zeus dan hera. Bahkan sejarah dari ranah roma pun ada beberapa versi. Salah satunya selain versi valentine tadi, ada pula versi roma kuno yaitu pada tanggal 15 februari, adalah hari raya lupercalia atau hari raya dewa lupercus, sang dewa kesuburan dengan penggambaran seorang dewa setengah telanjang berpakaian kulit kambing.

Namun yang jelas, sebanyak apapun versinya, sebenarnya umat muslim tak perlu ambil pusing. karena fakta sejarah menyebutkan bahwa budaya valentine ini datang dari luar Islam. Tak akan ada versi sejarah yang menyebutkan perayaan ini datang dari Islam. Tapi tentu sudah menjadi rahasia umum, keprihatinan muncul karena sebagian besar umat muslim masih latah untuk ikut merayakan hari valentine ini. Umat muslim yang dimaksud tentu bukan umat muslim keseluruhan melainkan umat muslim yang bisa dikatakan kurang pengetahuan agamanya. Yang paling jelas terlihat adalah anak-anak SMP atau SMA yang emosinya masih sangat labil atau ada pula yang menamakannya dengan istilah “anak alay”. Ya, anak-anak dengan label alay inilah yang biasanya menjadi korban perayaan hari valentine. Hingga bagaimanapun juga, sikap tidak usah ambil pusing tadi mau tak mau harus menjadi ambil pusing karena sudah kewajiban kita sesama muslim untuk saling mengingatkan. Maka alangkah baiknya jika mengingatkan tentang menjauhi hari valentine ini disebarkan ke teman-teman kita yang belum paham.

Pertama, mari ingatkan sekali lagi bahwa valentine bukan sama sekali datangnya dari Islam. Sama saja halnya dengan kita ikut merayakan hari raya orang non muslim seperti natal atau perayaan tahun baru misalnya. Sebagian besar pula, kalangan muda memang belum paham betul sejarah perayaan valentine. Karena itu mari berkaca pada ayat ini:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Isra 36)

Bukan hanya pada perkara ini saja, manusia memang seringkali ‘latah’ dan langsung ikut-ikutan mengikuti mode yang sedang ‘on’ disekitarnya. Hal ini tentu tidak diperbolehkan. Apapun itu, semuanya harus ditelusuri dulu asal muasalnya. Karena itu penting untuk mengingatkan bahwa asal muasal valentine bukanlah dari Islam.

Yang kedua, ingatkan bahwa valentine hanya membawa pada kemudharatan. Mungkin tidak sepenuhnya ‘hanya’ tapi 90 persen tentu membawa kemudharatan, lebih-lebih kemaksiatan. Mari dicermati, sebanyak apapun versi sejarahnya, sebenarnya perayaan ini tidak dimaksudkan untuk dirayakan sebagaimana yang kini dirayakan oleh umat manusia. Ambil contoh versi athena misalnya. Sejarahnya adalah pernikahan dewa zeus dan hera. Ya pernikahan. Artinya cinta yang resmi dan baik dipandang dalam norma agama dan norma masyarakat manapun. Lalu misalnya kisah valentine. Valentine memperjuangkan hak-hak orang yang ingin menyatukan cintanya lewat pernikahan hingga ia menikahkan para pasangan secara sembunyi-sembunyi padahal kekaisaran melarangnya. Sama seperti versi pertama, ini tentang cinta yang baik dipandang secara norma agama dan masyarakat.

Tapi faktanya, perayaan itu sendiri sudah bergeser maknanya. Sekarang bukan rahasia umum lagi kalau valentine adalah perayaan untuk menghalalkan segala bentuk kasih sayang antara pasangan (lebih cenderung ke pasangan muda yang belum halal ikatannya, biasanya pacaran) yang sedang dimabuk cinta. Lantas, hal-hal yang diharamkan, seperti yang paling mengerikan adalah hubungan badan antara pasangan yang bukan mahram dianggap sah-sah saja dilakukan ketika hari valentine tiba. Na’udzubillahimin dzalik. Padahal seharusnya, seandainya saja jika orang-orang merayakan valentine, maka semangat yang ditimbulkan adalah SEMANGAT PERNIKAHAN! Kan dewa zeus menikah, lalu valentine juga menikahkan orang. Iya nggak? Bukannya malah mesum! Mesum alias zina tentu dilarang. Dasarnya adalah

“Dan janganlah engkau mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk”. (Al-Isra’ : 32)

Satu bukti lagi bahwa valentine hanyalah karangan untuk menghalalkan nafsu bejat syaithon adalah mari kita lihat, apakah ada pasangan suami dan istri yang sudah menikah, apalagi yang sudah dikarunia anak, merayakan valentine? Jikapun ada pasti jumlahnya sangat minoritas dibanding mereka yang belum halal hubungannya. Jikalau kasih sayang, tentu harusnya kasih sayang pasangan suami istri itu harusnya lebih besar. Atau apakah ada anak yang memberikan coklat kepada orang tuanya sebagai bentuk kasih sayangnya? Atau sebaliknya? Jawabnya nyaris tidak ada.Maka terbuktilah bahwa valentine yang dirayakan selama ini hanyalah pembenaran untuk melegalkan aktivitas mesum. Dan bodohnya lagi, umat islam justru ikut-ikutan. Ingat, hindarilah kerugian akan waktumu.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia kerugian. Melainkan yang beriman dan yang beramal shaleh” (Al-Asr 1-3)

Yang ketiga, yang akhir tapi bukan yang terakhir adalah dukung perlawanan atas hari valentine. Sebuah aksi yang patut kita apresiasi dan dukung adalah pencanangan “hari menutup aurat” pada tanggal 14 februari, yang bahkan direncanakan untuk dicanangkan secara internasional.  Pencetusan hari menutup aurat ini dikreasi oleh Teachers Working Group Indonesia (TWG) yang memang dimaksudkan untuk melawan hari valentine.

Namun ada beberapa pihak yang bersuara sumbang tentang pencanangan hari ini. Kritik muncul bahwa nanti orang-orang beranggapan bahwa menutup aurat hanya khusus pada hari itu dan setelahnya maka aurat bebas dibuka. Mari bersikap bijak, pencetusan hari menutup aurat adalah untuk MELAWAN HARI VALENTINE. Mengapa? Karena cara-cara lama seperti memunculkan tulisan-tulisan, menyebarkan selebaran dan tulisan serta berkoar bahwa “VALENTINE ITU HARAM!” dirasa belum maksimal memusnahkan budaya valentine khususnya pada benak umat islam. Karena sesungguhnya, kita memang butuh alat untuk melawan sesuatu. Alat itu pun bentuknya harus nyata. Umpamanya begini: ketika berteriak pacaran tidak dibenarkan, maka haruslah ada solusinya, yaitu pernikahan.  jika boleh meminjam istilah yang cukup populer, daripada terus mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin harapan. Sama halnya dengan pencanangan hari menutup aurat ini, adalah lilin harapan yang kita munculkan untuk menghapus kegelapan yang telah ditimbulkan oleh buruknya dampak dari perayaan hari valentine.

Perlu ditambahkan, sebagai perumpamaan, saat hari raya kemerdekaan tiba, tepatnya tanggal 17 agustus, semua orang merayakannya dengan label “hari kemerdekaan Indonesia”. Lantas apakah setelah hari itu Indonesia tidak merdeka lagi? Tentu tidak, Tentu indonesia terus merdeka. Sama halnya dengan hari “menutup aurat” ini. Setiap hari tentu harus menutup aurat. Tapi dicetuskanlah hari peringatannya yang kemudian dibesarkan publikasinya setiap menjelang bulan februari hingga jatuh harinya saat 14 februari. Ingat, Esensi dari hari raya menutup aurat ini selain untuk melawan pengaruh buruk hari raya valentine juga untuk terus mengajak pada kebaikan. Maka, mari kita sama-sama dukung.

Akhir kata, mari kita sama-sama untuk terus saling mengingatkan. Karena sesungguhnya saling mengingatkan dalam kebaikan adalah bentuk nyata dari kasih sayang yang sesungguhnya.



Referensi:

http://remaja.suaramerdeka.com/2012/02/13/asal-mula-valentine-day/

http://www.fimadani.com/lawan-valentine-dengan-aksi-menutup-aurat/

http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Kasih_Sayang

The old World Book Encyclopedia. 1966. (Valentine’s Day. Volume 19.)
pertama, ada yang mengacu pada perayaan yang dilakukan untuk memperingati kisah seorang bernama pendeta bernama valentine. Dikisahkan, valentine adalah pejuang cinta para pemuda-pemudi yang ingin mengabadikan cintanya lewat pernikahan, dengan menikahkan mereka secara sembunyi-sembunyi dikarenakan saat itu pernikahan dilarang untuk kepentingan militer kekaisaran.

picture taken from: nanimodekiru.blogspot.com

PROBLEMATIKA UMAT

Monday, January 14, 2013

PROBLEMATIKA UMAT

Review materi yang disampaikan pada Up grading Pemandu AAI FIB UGM tgl 8 Desember 2012 oleh Drs. Ariyanto M.Hum.


Berbicara tentang problematika umat Islam, maka akan sangat luas dan panjang bahasan yang dapat didiskusikan bersama. Karena problematika umat telah merambah semua sisi kehidupan.  Sebelum mebahas tentang problematika umat, ada 3 hal yang harus dipahami tentang hakikat seorang muslim:

a.Setiap muslim harus dapat memahami dengan benar nilai-nilai yang terkandung dalam Dinul Islam serta menghayatinya.

Setiap muslim harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai tersebut ke dalam seluruh ruang kehidupannya.
Setiap muslim harus tunduk dan menyerah kepada Allah SWT, baik lahir maupun batin, dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dengan menerapkan 3 hal di atas, maka seorang muslim telah memasuki rumah Islam secara kaaffah (sempurna).  Dengan degitu, tidak ada sisi kehidupannya yang tidak ia warnai dengan nilai-nilai luhur Islam. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 208)

Umat muslim memiliki identitas yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an:

Sebagai umat yang adil

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil  dan pilihan  agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.…” (Al-Baqarah: 143)


Sebagai umat yang terbaik

“Kamu adalah umat yang terbaik  yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali-Imran:110)

Namun seiring berjalannya waktu dengan disertai perubahan zaman yang begitu cepat. Kemajuan segala aspek kehidupan selain membawa manfaat juga membawa masalah. Permasalahan ini sebenarnya diawalai oleh stagnansi umat dalam segala bidang sehingga kemudian dapat dimanfaatkan oleh jaringan konspirasi pihak-pihak yang memusuhi umat Islam, yang kemudian dapat digaris bawahi sebagai Problematika Umat. Secara umum, ada dua jenis problematika umat, yaitu: Problematika Internal dan Problematika Eksternal.

1. Faktor Internal

a. Faktor Keimanan

Iman terletak dalam hati setiap umat muslim yang artinya mempercayai. Dalam kata lain, inilah dasar dalam beragama. Maka dapat dibayangkan jika iman saja sudah mengalami masalah, maka masalah-masalah selanjutnya akan segera mengikuti.

- Terganggunya kemurnian Ibadah. Salah satu yang paling khas di Indonesia adalah akulturasi antara budaya dan agama. Banyak yang mencampur-adukkan ibadah dengan kegiatan kebudayaan yang padahal bersifat syirik. Contohny saja: acara sekaten atau pengkhultusan kerbau putih di Solo. Padahal jelas perintah Allah “Wa maa umiru illa liya’budullaaha mukhlishiina lahud-diin

‘ yang artinya “Tidaklah kamu diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan pengabdian dalam beragama.”  

Rendahnya kualitas keimanan seseorang juga dapat disebabkan karena rendahnya pemahaman pada ajaran Islam.

- Diacuhkannya Al-Qur’an. Dalam surat Al-Furqan ayat 30 : “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan”.

Ibnu Taimiyah, mendeskripsikan orang-orang yang mengacuhkan Al-Qur’an ini dalam beberapa kelompok. Kelompok 1 adalah umat muslim yang tidak bisa membaca Al-Qur’an namun tidak pernah berusaha untuk belajar membacanya. Kelompok 2 adalah umat muslim yang bisa membaca Al-Quran, namun tidak atau jarang membacanya. Kelompok 3, umat muslim yang bisa dan rajin membacanya namun tidak mentadabburinya lalu yang terakhir umat muslim yang membca dan mentdabburinya tapi tidak mengamalkannya.

b. Faktor Pendiikan

Salah satu yang menyebabkan kemunduran Islam adalah kebiasaan umat muslim yang mengamalkan sesuatu hanya karena tradisi atau ikut-ikutan. Dengan alasan, “nenek moyang kami dahulu melakukan hal ini, maka kami pun melakukannya”, padahal tidak diketahui sama sekali dalilnya. Hal semacam disebut taqlid, sehingga tidak diperbolehkan karena Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS.Al-Isra:36)

Dikarenakan pengetahuan tentang Islam yang masih sangat rendah, sehingga ibadah yang dilaksanakan masih sebatas secukupnya saja (yang penting sudah dilaksanakan). Contonhya sholat hanya sebatas menggugurkan kewajiban, puasa hanya menahan lapar dan haus dan zakat secukupnya saja. contoh lain adlaah “malas melaksanakan haji” padahal dengan sadar sudah memiliki kemampuan finansial dan fisik yang cukup.

c. Faktor Ilmu Pengetahuan

Faktor ilmu pengetahuan disini lebih condong ke ilmu yang bersifat duniawi, terutama  teknologi. Umat Islam selalu terlihat tertinggal. Tidak mampu menguasai teknologi secara baik sehingga ketika orang-orang kafir, lebih khususnya, ilmuwan sekuler merajai dunia , umat Islam hanya bisa diam tanpa mampu berbuat apa-apa kecuali protes.

d. Faktor Perbedaan Paham/Aliran

Umat Islam juga terpecah karena sudah semakin banyaknya aliran atau paham yang berbeda-beda. Terutama di Indonesia, entah itu golongan, organisasi atau paham aliran, menjamur dimana-mana. Yang menjadi masalah adalah ketika gologan satu merasa selalu lebih baik dari golongan lain sehingga terkadang timbullah knflik dari skala paling kecil hingga paling besar. Dalam hal ini, perlu kesadaran bersama seuruh umat Muslim untuk mengembalikan Islam ke Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga tidak timbul lagi perpecahan semacam ini. Allah berfirman:

“Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Anfaal: 46)

e. Lunturnya Ukhuwah

Permasalahn sosial pun menjadi salah satu puncak dari problematika ini. Beberapa masalah paling menyita perhatian adalah:

- Hilagnya persatuan: contohnya tawuran antar pelajar bahkan antar masyarakat dalam satu lingkungan yang makin marak terjadi.

- Keruntuhan moral: Narkoba, minuman keras serta seks bebas sudah menjadi rahasia umum dalam kehidupan sosial Indonesia.

- Perdagangan anak dan seks komersial remaja juga kian marak.

Maka perhatikanlah firman Allah:

(1) “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (al-Maaidaah: 91)

(2) “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (al-Israa’: 32)

Juga hadits nabi:

Dari Abdillah ibnu Umar  ra. berkata, “Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Wahai, Kaum Muhajiriin,  ada lima hal yang aku khawatirkan jika menimpa serta menguji kalian, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mendapatkannya. Tidaklah perzinahan merajalela pada suatu kaum hingga mereka melakukannya secara terang-terangan, kecuali akan  menyebar  penyakit-penyakit yang belum pernah terjadi pada umat yang sebelumnya, dan tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran, kecuali akan ditimpa  paceklik serta mahalnya harga kehidupan ditambah dengan pemimpin yang tiran…” (HR. Turmudzi dan Ibnu Majah)

2. Faktor Eksternal

a. Invasi pemikiran (Ghazwul Fikr)

Inavsi pemikiran yang dimaksudkan adalah upaya suatu bangsa untuk menguasai pemikiran (konsep) tatanan kehidupan bangsa lain agar bangsa itu mengikuti pandangan hidup bangsa itu (yang menginvasi) dalam hal: idealisme, pandangan hidup, metode pendidikan, kebudayaan, bahasa, etika serta norma-norma kehidupan yang      ditawarkan bangsa penginvasi. Tujuannya adalah untuk menghancurkan umat Islam itu sendiri dengan tergantinya norma agama oleh norma bangasa barat sehingga umat Islam lama-kelamaan akan melupakan dien-nya sendiri.

Langkah kerja mereka adalah:

(1) Merusak Islam dari segi aqidah, ibadah, norma, dan akhlak;

(2) Memecah dan memilah kaum Muslimin di muka bumi dengan sukuisme dan nasionalisme sempit;

(3) Menjelek-jelekkan gambaran (kesan) Islam, misalnya: teroris, poligami, dsb.

(4) Memperdayakan muslim dengan menggambarkan bahwa segala kemajuan kebudayaan dan peradaban dicapai dengan memisahkan ilmu pengetahuan dan agama.

Ghazwul fikr secara umum terkait dengan 3 hal yang paling besar yaitu:

1. Zionisme: sebuah gerakan politik bangsa yahudi yang bertujuan mendirikan negara di tanah palestina dengan tujuan jangka panjang yaitu menguasai dunia dan menciptakan pemerintahan yahudi raya. Merusak citra Islam adalah tujuan dasar mereka melalui berbagai media massa.

2. Orientalisme: sebuah kajian yang dilakukan bangsa barat untuk meneliti negara-negara timur (khususnya Islam) mengenai sosial, budaya, politik, ekonomi dan semuanya. Tujuan awal mereka adalah meniru keberhasilan Islam di masa jayanya dulu ketika bangsa barat tenggelam dalam kegelapan. Motivasi yang muncul kemudian adalah motivasi imperialisme, menjauhkan umat dari Islam dan motibasi ekonomi, memunculkan keraguan dalam Islam.

3. Kristenisasi: secara bahasa adlah upaya untuk mengkristenkan orang lain dan menyebarkan ajarannya ke berbagai bangsa. Namun, bukan hanya pengkristenan, tetapi lebih ke tujuan untuk mengeluarkan orang-orang Islam dari keislamannya. Ingat firman Allah:

“Orang-orang Yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…” (QS. Al-Baqarah: 120)

b. Sekulerisme

Sekulerisme merupakan upaya pemisahan ilmu pengetahuan dengan ilmu agama dengan tujuan untuk menghilangkan peran agama dalam kehidupan terutama dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan sehingga timbullah keraguan kepada agama Islam. Sekulerisme dianggap baik oleh bangsa barat karena merupakan perlawanan dari gereja pada abad pertengahan serta mereka menganggap bahwa keberhasilan Turki karena pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama. Sekulerisme menganggap agama hanyalah ritual semata dan tidak punya relevansi dengan kehidupan nyata. Selain itu agama dianggap hal yang negatif karena mendorong masyarakat untuk mengabaikan kehidupan aktual mereka.

c. Materialisme

Puncak dari paham ini adalah berlakunya sistem kapitalisme yang mulanya berawal dari pengembangan iptek yang berorientasi pada material. Ironisnya umat muslim sadar atau tidak mengikuti pola ini untuk bertahan dalam kehidupan sosial saat ini dikarenakan keterbelakangan dalam banyak hal. Cara paling umum adalah memberikan pinjaman lalu sebagai imbalannya mereka (bangsa barat) memperoleh hak investasi dan memasok negara muslim dengan harta dan proyek umum . setelah itu pengendalian pola ekonomi akan lebih mudah dilakukan bangsa barat. Puncaknya, setelah ekonomi, pengendalian pun bisa menjalar hingga pendidikan, hukum hingga peradaban.

SOLUSI

Untuk menghadapi berbagai problematika umat dewasa ini, seluruh Umat Islam harus membangun kembali kesadaran akan agamanya dan mengaplikasikan nilai-nilainya dalam setiap dimensi kehidupannya.

Ada tujuh fokus yang sangat mendasar yang   setiap individu muslim harus memperbaiki dirinya dalam hal berikut:

1. Memiliki Ilmu Pengetahuan

Dalam artian memiliki ilmu pengetahuan yang seluas-luasnya untuk membangun peradaban Islam. Secara khusus, ilmu agama tentang syariat-syariat Islam untuk beribadah kepada Allah dalam kehidupan.

Dasarnya adalah:

(1) “…Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima  pelajaran.”(Q.S. Az-Zumar:9)

(2) Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadilah: 11)

(3) Imam Syafi’i berkata:

“Sesungguhnya jati diri seorang pemuda—demi Allah—ada dalam  ilmu dan ketakwaannya. Apabila keduanya tidak ada dalam dirinya, maka ia bukanlah pemuda sebenarnya.”

2. Tarbiyah

Pengajaran atau tarbiyah hendaknya dilaksanakan secara kontinyu.

Dasarnya adalah:

(1) “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali-Imran:104)

3. Jihad

Berjihad dengan bersungguh-sungguh di jalan Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Dasarnya:

“Hai orang-orang yang beriman,

a. ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

b. berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.

Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.

c. Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,

d. dirikanlah sholat, tunaikan zakat,

e. berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Q.S. Al-Hajj : 77-78)

4. Taqwa

Bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya dengan memperhatikan 4 aspek:

a. Tanamkan pemahaman bahwa semua umat Muslim bersaudara

b. Santun kepada sesama muslim dan keras kepada orang-orang kafir yang memusuhi umat Islam

c. Hindari taqlid buta pada suatu aliran sehingga dapat memecah belah ukhuwah karena merasa paling benar

d. Ber-Islam kaffah (menerapkan syariat Islam dalam kehidupan)

5. Berantas Sekularisasi

Paham tentang pemisahan Ilmu Agama dan non-Agama ini haruslah diberantas sebab semua urusan dunia tentu berkaitan dengan akhirat. Ilmu agama dan pengtahuan tak bisa dipisahkan sama sekali. Kemajuan ilmu pengtahuan tidak boleh membuat manusia menjadi sombong dan lupa pada sang pencipta.

6. Islamisasi Ilmu pengetahuan

maksudnya adalah penguasaan sains dan ternologi sesuai dengan tuntunan islam serta mengharapkan keberpihakan atau loyalitas ilmuwan muslim kepada agama dan negaranya, serta mengharapkan kepedulian negara, khususnya, pada pengetahuan dan pada ilmuwan. Posisi manusia sebagai khalifah di muka  bumi, seharusnya memelihara bumi demi kesejahteraan umat. Salah satu alatnya adalah dengan ilmu pengetahuan.

7. Lawan kapitalisme

a. Menata perekonomian Islam untuk menangkal paham materialisme dan kapitalisme dengan menerapkan sistem perekonomian yang islami.

b. Mengurangi ketergantungan ekonomi dari pada kapitalisme barat.

c. Berupaya menjadi bangsa mandiri secara ekonomi.

Sebuah Anekdot:

“Sebungkus super Mie bisa lebih berharga dibandingkan dengan akidah dan keimanan.”


picture taken from:justcollege.com

NIAT: HAL UTAMA YANG PALING PENTING SEBELUM BERAKSI

Monday, September 10, 2012

“Nan, sholat di maskam yuk.” Ujar Zendi begitu mendengar adzan ashar.

“Ngapain men. Jauh-jauh. Ini tempat sholat segede gini di depan kita.” Anan menanggapi sambil menunjuk mushola Al-adab Fakultas Ilmu Budaya (FIB).

“Eh nggak apa-apa. Lebih jauh ngelangkahnya lebih banyak pahalanya”.

Anan pun manut dan mengikuti Zendi menuju Masjid kampus (maskam) UGM melewati pintu masuk kecil di bagian belakang FIB yang hanya dibuka setengah. Mereka pun sholat berjama’ah bersama para jama’ah lainnya di maskam. Setelah berdzikir dan berdoa, Anan dan Zendi yang kebetulan tidak ada kegiatan sore itu duduk-duduk sejenak di beranda maskam UGM.

“Eh lu nyariin apaan sih?” Tanya Anan yang merasa aneh melihat gerak-gerik Zendi

“Apaan?”

“Malah balik nanya. Lu yang apaan tuh celingak-celinguk dari tadi. Ngeliatin ke arah tangga mulu. Jelalatan nyari cewe bening lu ya?”

“Kagak oy. kagak.”

“Yaudah cabut ah. Ayo balik.”

“Sekarang?”

“Taun depan! Ya sekarang lah. yok ah.” Ujar Anan sambil berdiri.

Sambil berjalan menuju parkiran barat maskam, Zendi masih celingukan seperti mencari keberadaan seseorang. Anan merasa ada yang tak beres dengan Zendi.

“Eh nyong! Lu nyari sapa sih? Jangan-jangan nyari Intan?” Ujar Anan menyebutkan nama seorang perempuan yang konon katanya adalah pujaan hati sahabatnya itu. Intan adalah seorang akhwat aktivis super yang kini menempuh studinya di fakultas psikologi.

“Hehe..” Zendi tersenyum kecut sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Wah parah lu. Parah. Nyari cewe di mesjid. Parah lu. Kacau.”

“Ye yang penting kan gue solat jama’ah Nan, ibadah juga. Lagian gue gak sengaja doang tau dia bakal ke maskam jam 3 sore dari Fb.”

“Waduh! Jadi lu niat ngajakin gue kesini tadi cuma nyariin Intan? Wah wah gawat lu.”

“Ye Nan. Kan gue ngajak lu sholat jama’ah juga.”

“Niat awal lu apa heh? Nih baca nih. Sini gue aja yang bawa motor lu. Lu baca tu di jalan yak.” Ujar Anan sembari mengeluarkan secarik buletin kertas at-tauhid yang ia dapat di maskam pada jum’atan lalu dan meraih kunci motor dari genggaman Zendi. Zendi mengamati kertas itu dan mulai larut dalam bacaannya.

Kawan-kawan sahabat muslim, terkadang niat itu adalah sebuah hal yang tak tersadari oleh kita. Niat itu terkadang muncul dengan sendirinya dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pasti kawan-kawan pernah mendengar “Innamal a’malu binniyat”. Dari yang sekedar pernah dengar dari teman, pernah baca, hingga yang benar-benar tahu dan paham akan makna dari kalimat yang sebenarnya merupakan bagian dari ahdist arbain nomor 1 ini. Kalimat ini lebih terkenal daripada keberadaan hadistnya sendiri.  Bahkan nama hadist arbain nomor 1 ini lebih populer dengan sebutan hadist Innamal a’malu binniyat.

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]


Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khaththab radiallahuanhu, dia berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya setiap  perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.’” [1]

Catatan :

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Hadits ini ada sebabnya ketika ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).

(Riwayat dua imam hadits, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhori dan Abul Husain, Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi dalam kedua kitab Shahiih-nya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah ditulis).

Sabda beliau إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ  ; kata انِّيَّاتِ adalah bentuk jamak dari kata ‘niyyat’, yang secara bahasa berarti maksud dan tujuan. Jika diartikan secara istilah syar’i artinya: kuatnya hati untuk melakukan suatu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh menjelaskan makna niat dalam istilah ada dua:

1.Niat yang terkait dengan ibadah. Yang dimaksudakan adalah niat yang ditujukan untuk ibadah yang membedakan shalat dari puasa, dan membedakan shalat wajib dari sunnah.

2.Niat yang terkait dengan kepada siapa ibadah tersebut ditujukan. Niat dengan pengertian ini dimaksudkan dengan istilah ikhlas.

Niat tidaklah urgent untuk diucapakan atau dilafalkan. Cukup disebutkan dalam hati. Niat adalah amalan hati. “Adapun melafadzkan niat maka tidak dicontohkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan bahwa jika beliau hendak shalat atau berwudhu mengucapkan “nawaithu an ushalli...(aku berniat untuk sholat...)” atau “Nawaithu an atawadhdha’...(aku berniat untuk wudhu...)”...”.

Jika kita sudah membicarakan niat, terutama niat baik maka kita tidak akan bisa menghindar dari pembicaraan ‘sang musuh’-nya niat yaitu riya’. Bukan perkara baru riya’ itu selalu mencampuri keberadaan niat awal kita. apabila niat ikhlas tercampur riya’, ada tiga keadaan:

1.Jika niat utama yang mendorong seseorang melakukan sebuah amalan adalah riya’, maka hal ini adalah syirik dan amalannya sudah batal.

2.Ketika akan beribadah awalnya ikhlas, tapi di tengah tercampur riya’, maka ada dua keadaan:

a.Jika ia berusaha melawan rasa riya’ tersebut dan tidak terus menerus dalam rasa riya’, maka riya’ tersebt tidak berpengaruh pada amalannya.

b.Jika ia tidak berusaha melawannya dan terus berada dlam riya’nya maka jika ibadah tersebut tidak terangkai dengan bagian awalnya maka amalan yang tercampur riya’ itu batal dan yang tidak menjadi sah.

3.Jika riya’ muncul setelah ibadah, maka tidak membatalkan.

Tujuan adanya niat dalam suatu ibadah adalah untuk menjadi pembeda antara suatu perbuatan yang hanya merupakan adat kebiasaan (yang tidak bernilai pahala) dengan suatu amal ibadah (yang bernilai pahala). Tujuan lainnya adalah untuk menjadi pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya.

Sangat sulit menciptakan niat ikhlas dalam berbuat sesuatu hanya untuk Allah SWT. Kenapa? Karena sesungguhnya niat itu sendiri tak bisa diciptakan dengan sengaja. Ia terbentuk dengan sendirinya dari hati yang terdalam. Coba perhatikan perbedaan kalimat dua orang ini:

1.A : Kamu ngapain susah-susah angkat-angkat meja?

B: Kasihan gue lihat lu pade nggak ada yang bantuin. Gue bantu aja lah. itung-itung pahala.

2.A: Kamu ngapain susah-susah angkat-angkat meja?

B: Mau gue angkat meja kek, angkat kursi kek, angkat besi kek, kalo gue mau ya terserah gue.

Silahkan dinilai dari ujaran “B” diatas. Mana yang lebih mengandung unsur keikhlasan atau kedua-duanya malah sama. Ingat, sangat sulit membedakan niat yang ikhlas dengan yang tidak apalagi jika hanya dengan mencermati kalimat.

Niat menjadi suatu hal yang sangat penting namun sering terlupakan. Karena itu, apapun yang akan kita lakukan hendaknya kita awali dulu dengan meluruskan niat menuju niat yang baik dan tertuju hanya untuk Allah SWT.  Jadi bagaimana niat anda, kawan?

Wallahu’alam.

Referensi:

http://salamdakwah.com/baca-artikel/memurnikan-niat.html

Syarah Al-Arba’in An-nawawiyyah fil Ahadits Ash Shahihah an-Nabawiyyah-Majmu’atul Ulama’-hal

31-32 dikutip dari Buletin At-Tauhid edisi 11 tahun 8

At-Tauhid al-Muyassar hal. 97-98 dikutip dari Buletin At-Tauhid edisi 11 tahun 8

Buletin At-Tauhid edisi 11 tahun 8

picture taken from: ruangfana.blogspot.com

Berbagi dengan Menulis

Sunday, September 9, 2012



Tetapi kata dapat mengubah jiwa manusia dan sesungguhnya, pada jiwa yang berubah terletak perubahan yang niscaya bagi dunia dan kehidupan” (M.Fauzil ‘Adhim, Inspiring Words for Writers)
Menulis adalah hak semua orang, dan apa saja bisa dituliskan. Bahkan saking banyaknya hal yang bisa dituliskan, kita takkan pernah mampu menuangkan semuanya ke dalam tulisan. Menulis, sejatinya merupakan panggilan jiwa. Ya, sebuah panggilan jiwa untuk berbagi. Panggilan jiwa ini, boleh jadi, pada sebagian orang diwujudkan dengan media lisan, ada pula yang mengungkapnya lewat tulisan. Namun, apa pun kemudian medianya, substansinya sama: berbagi.
Seseorang yang ingin berbagi, tentu saja harus memiliki sesuatu untuk dibagi. Sebagaimana ungkapan, “Teko berisi teh hanya akan mengeluarkan teh dan tidak akan mengeluarkan selainnya,”  maka seseorang tidak akan pernah berbagi sesuatu yang tidak pernah ia punyai. Bagaimana mau memberi jika ia tidak punya?
Hal yang sama agaknya juga berlaku dalam berbagi dengan menulis. Kita tidak akan bisa menuliskan sesuatu yang tidak kita punya konsepnya, sesuatu yang masih samar bagi pikiran kita. Jika pun kemudian kita paksakan, maka hasilnya akan hambar, kering dan tidak enak dibaca, meskipun ia berisi kata berbunga-bunga.
Maka, seringkali selepas membaca sesuatu, baik majalah, artikel atau buku, di benak kita muncul ide-ide yang menanti dituangkan ke dalam tulisan atau sekadar pikiran-pikiran untuk didiskusikan. Terasa tangan kita sudah gatal untuk mengambil pena dan kertas atau duduk di depan komputer mengetikkan kata demi kata. Sesuatu yang wajar dan sangat normal. Pikiran kita baru saja menerima informasi, dan ia menuntut agar informasi itu dibagi.
Barangkali hal itu tidak berbeda dengan ketika kita menyaksikan kejadian-kejadian istimewa, kecelakaan beruntun, binatang ajaib, dan lain-lain yang menurut kita di luar kebiasaan. Selepasnya, tentu kita ingin menceritakannya kepada orang lain. Kita ingin membagi pengalaman kita, merangkai kalimat demi kalimat meski keluarannya hanya melalui lisan. Maka begitu pulalah menulis. Hanya medianya saja yang berbeda.
Itulah fitrah manusia untuk berbagi. Berbagi adalah sesuatu yang menyenangkan, kecuali bagi jiwa yang sudah tidak memiliki kepedulian selain kepada dirinya sendiri. Bahkan jiwa yang semacam itu pun tetap punya hasrat berbagi, meski dengan maksud lain. Agar dipuji, agar dikatakan baik hati, dermawan dan sebagainya.
Berbagi, bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja. Kemajuan teknologi telah memudahkan langkah kita untuk berbagi. Dengan kemajuan teknologi, kita bisa terhubung dengan banyak orang secara massal melalui email, jejaring sosial, blog, microblogging dan sebagainya yang memungkinkan berbagi menjadi lebih efektif dan efisien. Seseorang bisa menulis sebuah artikel, lalu mempublishnya ke blog, jejaring sosial dan media lainnya dan bisa segera dibaca oleh orang banyak.
Ya, menulis adalah berbagi. Namun demikian, berbagi punya dimensi-dimensi tersendiri. Ada jenis-jenis berbagi. Ada banyak hal yang bisa kita bagi, tapi tidak semuanya perlu kita bagi, bahkan sebagiannya wajib kita tutup rapat dari kemungkinan dibagi. Apa misalnya?
Misalnya adalah aib. Kita tidak boleh membagi aib. Bahkan harus ditutup rapat-rapat. Jika aib sendiri saja diperintahkan untuk ditutupi, maka apatah lagi aib orang lain. Apakah seseorang bisa menyebarkan aibnya sendiri? Jawabnya bisa, bahkan sangat mungkin. Dengan kemajuan teknologi, sangat mudah menyebarkan aib sendiri. Misalnya menuliskannya pada status FB atau mengunggah foto atau video yang memuat aib kita ke internet.
Ada pula informasi yang lebih baik tidak dibagi kepada umum karena sifatnya yang rawan untuk disalahtafsirkan, atau informasi yang tidak penting untuk diketahui oleh orang banyak. Nah, informasi-informasi semacam ini sebaiknya tidak perlu dibagi, kecuali pada pihak yang tepat. Karena ia hanya akan menjadi beban informasi, dengan kata lain sampah informasi.
Jika demikian, lantas apa yang harus kita tuliskan? Tentu saja ada banyak hal. Tetapi sebagai gambaran, ada koridor tentang hal-hal apa yang bisa kita tuliskan dan bagikan kepada orang lain:
  1. Tulislah sesuatu yang bermanfaat. Ia bisa bersifat informatif, langkah-langkah mengerjakan sesuatu atau hal lain yang dibutuhkan oleh orang lain. Tidak ada batasan tema dalam hal ini. Tema tulisan kita bisa berkisar soal pengalaman sehari-hari, tips-tips melakukan suatu pekerjaan, tentang teknologi atau apa saja. Yang utama adalah informasi itu berguna dan tidak menyesatkan.
  2. Tulislah sesuatu yang engkau kuasai. Bisa seputar persoalan yang seringkali kita hadapi atau solusi atas suatu masalah yang mungkin engkau ketahui. Barangkali di antara pembaca ada yang mengalami persoalan yang sama. Apa saja, meski tak jarang ia terlihat sederhana. Karena solusi yang terlihat sederhana itu mungkin bisa sangat berarti bagi orang yang mengalami.
  3. Tulislah sesuatu yang menginspirasi, membangun semangat, membuat orang yang membacanya menemukan makna-makna baru, baik atas kejadian atau hal baru, atau atas kejadian lama tetapi dengan makna baru, sehingga ia dapat menjalani rutinitas hidupnya dengan lebih dinamis.
  4. Tulislah sesuatu yang mendekatkan diri kepada-Nya. Karena bukankah kita berawal dari-Nya dan berpulang kepada-Nya? Dan untuk ini, tidak ada satu kalimat yang lebih baik dari nasihat, dan nasihat terbaik adalah apa yang kita dapati dalam al-Qur`an.
Asas manfaat adalah poin utama yang perlu diperhatikan. Sebab, buat apa kita menulis jika ternyata tidak membawa manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Apalagi jika tulisan itu hanya akan membuat rantai keburukan yang baru untuk generasi setelah kita. Na’udzubillahi min dzalik.
Tetapi jika dengan tulisan itu ada orang yang merasakan manfaat serta memberikan nilai tambah baginya, maka itulah hakikat berbagi yang sebenarnya. Ada manfaat yang kita semaikan. Dan bukankah manusia terbaik itu adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya?
Ibnu Al-Jauzi memberikan sebuah petuah bijak, “Dengan lisan aku hanya bisa menyampaikan ilmu hanya kepada sejumlah orang, sedangkan dengan tulisan aku dapat menyampaikanya kepada orang yang tidak terbatas yang hidup sesudahku.” Ini artinya, jika kita menampilkan tulisan yang baik, yang bermanfaat, yang mengarahkan manusia pada kebaikan dan kedekatan kepada Rabbnya, bukankah ini salah satu aset jariyah yang senantiasa mengalir pahalanya?
“Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun” (HR. Muslim, No. 2674).
Menulis, adalah upaya untuk membangun diri. Menulis menuntut kita lebih banyak memikirkan dan merenungkan, juga mentadabbur segala hal yang terjadi. Karenanya, ia bisa menjadi salah satu upaya kita untuk menghidupkan hati. Karena hati hanya bisa disentuh oleh hati, maka tulisan yang menyentuh, yang menggugah dan memotivasi hanya bersumber dari hati yang sudah hidup, bukan hati yang mati. Maka, memotivasi diri sendiri terlebih dahulu adalah salah satu kunci keistiqamahan dalam berbagi kebaikan. Jadilah teladan, setidaknya untuk cermin diri. Agar diri pun dimampukan dalam berbagi kata. Dengan berbagi, waktu pun tak berlalu sia-sia. Karena, setiap waktu penuh dengan kemanfaatan untuk sesama dan semesta.
Ketika kebaikan sudah diujung jari, jangan ragu untuk menuangkannya ke dalam lembar kehidupan.Karena kebaikan bukan hanya milik kita sendiri. Ya, menulis adalah berbagi. Maka menulislah…
Wallahu a’lam
*Sebuah diskusi aksara antara Farid Ikhsan Asbani dan Fayza Sari, dimuat di fimadani.com

ARABIY MAGAZINE EDISI 1, VOLUME 1 APRIL 2012

Thursday, April 5, 2012




Arabiy Magazine, sebuah majalah digital yang mencoba mengisi ruang publik untuk kebutuhan media Islam, untuk pertama kalinya telah terbit. Majalah yang terbit 52 halaman ini digawangi oleh teman-teman FIB ini terdiri dari Redaktur: Fathur Rahman (Sastra Arab 2007); Kontributor: Arifin Setiawan (Sejarah 2007); Editor: Halimah Hasanah dan Rina Tyas Sari (Sastra Indonesia 2006).

Majalah yang direncanakan hadir setiap bulan tersebut bisa donwload di sini secara gratis. Kritik dan saran, dapat disampaikan melalui email arabiymagazine@yahoo.com atau sms ke no. 085643403322 atau kunjungi langsung ke weblognya. Selamat membaca!


Daftar Isi

PETUAH//
Perbarui Imanmu!
NASYID//
Never Forget - Mesut Kurtis
KAJIAN//
Syari’at Nikah Mut’ah, Masih berlakukah?
KHILAFIYAH//
Tahlilan: Reinkarnasi Pinda Pitre Yajna
RILEKS//
Abu hurairah: Ayah Anak-Anak Kucing
USWAH//
Ini Dia, Orang Paling Cerdas dan Paling Zuhud dimasanya!
SUNAH RASUL//
Tiga Hal Yang Membuatmu Lebih Kuat!
SPIRIT//
Menengok Surga
BAHASA ARAB//
Apa Arti Kata Sayyaratun?
TELUSUR//
Gerakan Freemason di Tanah Jawa



Mempertanyakan Rasa Malu Kita

Wednesday, April 4, 2012


Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshari Al Badri ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya sebagian yang masih diingat orang dari ajaran para nabi terdahulu adalah, ‘Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu’.” (h.r. Bukhari)


Malu, salah satu sifat manusia dan karakter khas bangsa timur yang semakin hari sepertinya semakin punah, tergerus arus globalisasi. Budaya malu seolah menjadi warisan yang mulai banyak ditanggalkan karena dianggap kuno. Untuk apa malu?Ini ‘kan jaman kebebasan!Manusia dibebaskan melakukan apapun, bahkan tidak jarang menerjang batas kepatutan hingga syari’at agama. Jika dulu mencuri uang Rp 100,00 sudah dianggap memalukan, jaman modern mencuri bertrilyun uang rakyat dianggap hal yang lumrah, bahkan pelakunya pun tidak malu untuk berkilah, beradu argumen maupun muncul di tengah khalayak. Tidak hanya di Indonesia, di mana saja ditemui manusia modern, di sanalah budaya malu semakin menipis, hilang sedikit demi sedikit. Tidak malu terhadap sesama manusia, apalagi malu sama Tuhan? Kita seolah kehilangan sosok pemuda layaknya Utsman bin Affan yang memiliki sifat pemalu bahkan membuat para malaikat menjadi segan. Kita pun kehilangan pribadi muslimah seperti putri Nabi Syu’aib yang meskipun malu terhadap lawan jenis, namun ia tak pernah berusaha untuk menarik perhatian Nabi Musa ketika mereka bertemu di sebuah telaga.

Perempuan dan laki-laki yang menganggap dirinya muslim, tidak malu saling memanggil “abi”, “umi”, “suamiku”, “istriku” meskipun belum betul-betul sah dalam ikatan akad sesuai syari’at. Banyak pula akademisi yang terang-terangan menunjukkan sikap plagiarism ketika ujian, bangga dengan gelar dan jajaran nilai “A” namun minim kontribusi. “Eh jangan lupa ya besok aku contekin! Sesama teman harus saling membantu lah…”, apakah ini yang namanya fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan?Tidak! Di mana rasa malumu, kawan?

Malu, dalam Islam disebut sebagai sebagian dari Iman. Malu menjadi media penyeru untuk mencegah segala maksiat dan kejahatan. Ia menjadi ciri khas kebaikan yang seharusnya melekat erat dalam diri setiap muslim. Sifat malu untuk berbuat maksiat (seringan apapun) merupakan salah satu warisan para nabi Allah Swt. Rasa malu pada dasarnya ada dua macam, malu yang sudah dibawa sejak kita hadir ke dunia dan malu yang diperoleh dari usaha. Malu yang diperoleh dari usaha maksudnya adalah malu yang didapat setelah kita mengenal Allah Swt., mengetahui sifat-sifat-Nya yang selalu mengawasi dan mempehatikan hamba-hamba-Nya, menyadari atas melimpahnya nikmat yang diberikan Allah Swt. namun sedikit sekali kita bersyukur. Pada intinya, malu yang muncul setelah kita tahu berbagai syari’at Islam, hukum-hukum Allah Swt. Sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmidzi menegaskan, “Merasa malu kepada Allah adalah dengan menjaga kepala dan apa yang dipikirkan, perut dan apa yang ada di dalamnya, dan selalu mengingat mati dan cobaan. Barangsiapa yang menghendaki akhirat maka akan meninggalkan perhiasan dunia. Dan siapa pun yang melakukan hal tersebut, maka ia telah memiliki rasa malu kepada Allah”.

Para muslimah nan shalihah pun sudah seharusnya menghiasi diri dengan rasa malu. Meski secara fitrah seorang muslimah dianugrahi rasa malu terhadap lawan jenis, namun karena kesucian dan keistiqomahan, tidak menjadikan ia gugup, namun berbicara secara jelas dan sebatas keperluan saja. Jadi berbedalah dengan istilah “malu-malu tapi mau”, malu yang dibalur dengan hawa nafsu terhadap lawan jenis, maka malu yang demikian menjadi rasa malu yang tercela.

Lantas, apa manfaatnya memiliki rasa malu? Malu akan membuahkan suatu bentuk pengendalian diri dari perbuatan buruk dan selalu menepati janji. Semakin tebal rasa malu yang dimiliki, maka semakin banyak kebaikannya, dan semakin sedikit rasa malu yang dimiliki, maka semakin sedikit kebaikannya.

Jadi, masih mau berbuat maksiat? Pamer status yang belum tentu diridhoi Allah Swt.? Bangga dengan ilmu yang sejatinya jauh dari keberkahan?

Wallahu’alam…

Referensi:

DR. Musthafa Dieb Al Bugha Muhyidin Mistu, Al Wafi : Syarah Kitab Arba’in An Nawawiyah, 2007, Jakarta: Al I’tishom

Oleh: Rina Rakhmawati

SIAGA KMIB 2012: Sebuah Awal yang Mengekalkan Persaudaraan

Tuesday, April 3, 2012

Gerimis pagi dan langit yang mendung tak menghalangi mereka dari keinginan untuk bersua dengan saudaranya yang lain. Saudara seakidah, saudara seperjuangan, meski ada di antara mereka ada yang belum pernah bertemu muka. Maka, hari itu menjadi saksi sebuah pertemuan yang akan mengekalkan persaudaraan itu. Mereka adalah para KMIBers, lintas angkatan, lintas generasi. Dengan niat silaturahim, terkumpul sebanyak 27 orang, berangkat menuju Pantai Depok. Acara yang bertajuk SIAGA KMIB 2012 (Silaturahim Akbar Keluarga Besar KMIB) ini akhirnya dihadiri oleh 29 orang KMIBers plus satu orang akhwat cilik.

SIAGA KMIB 2012 berlangsung pada hari Ahad, 1 April 2012 di Pantai Depok, Yogyakarta. Setelah dibuka oleh MC, kemudian disampaikan sambutan dari Panitia serta Ketua KMIB Periode 2012/2013, acara diisi dengan sharing dari Ketua KMIB tahun 2003, Mas Genry Nuswantoro. Beliau menyampaikan tentang bagaimana proses metamorfosis KMIS menjadi KMIB. Bukan saja namanya yang berubah, tetapi metode dan pendekatan terhadap masyarakat FIB juga mengalami pembaruan. KMIB beserta jajaran pengurusnya pada waktu itu mencanangkan gerakan "KMIB Belajar" yang kemudian diwujudkan dengan beberapa studi banding ke pelbagai SKI di beberapa perguruan tinggi ternama di tanah air. Tidak sekadar studi banding tentunya, karena tidak serta merta apa yang diperoleh dari studi banding itu diterapkan mentah-mentah di FIB, tetapi semua bahan dan masukan tersebut diolah sedemikian rupa, kemudian dipilah dan dipilih yang paling cocok diterapkan di FIB, lantas dipadu dengan sedikit polesan kreativitas, maka lahirlah berbagai program dan terobosan baru. Salah satu produknya yang masih dipertahankan hingga kini adalah RDD yang merupakan bentuk kontribusi nyata aktivis kampus terhadap masyarakat.

Kepada pengurus KMIB saat ini beliau berpesan bahwa tantangan zaman akan terus berubah, maka bisa jadi apa yang efektif dilakukan di masa lalu belum tentu akan berhasil diterapkan saat ini, untuk itu jangan pernah berhenti berinovasi. Beliau juga berpesan kepada para aktivis, dakwah yang efektif adalah dakwah yang dilakukan dengan keikhlasan, maka sebuah keniscayaan bagi seorang aktivis/da'i untuk memperbanyak Qiyamul Lail, memperbanyak tadarus al-Qur`an, dan memperbanyak Shalat Dhuha. Tak ketinggalan, memperbanyak belajar ilmu diniyah. Bagaimana dakwah Rasulullah menuai kesuksesan dan bertahan hingga beribu tahun adalah karena malam-malam beliau yang senantiasa menghadap Tuhan-Nya, begitupun para shahabat. Maka seorang da'i harus meyakini Intansurullah yansurkum, wayutsabit aqdamakum.

Selesai pemaparan ini, KMIBers segera menyantap hidangan yang sudah tersedia lalu menjalankan shalat Dhuhur di Masjid terdekat. Acara kemudian ditutup dan dilanjutkan dengan foto bersama. Panitia berharap acara ini tidak hanya menjadi ajang berkumpul dan mengenang kejayaan masa lalu, tetapi juga dapat mengeratkan persaudaraan serta menjadi ajang transfer pengalaman antar angkatan.

Berikut adalah nama-nama yang hadir pada acara SIAGA KMIB 2012:

1 Mukhanif Yasir Yusuf (Sastra Indonesia 2011)
2 Yulian Prasetya (Sastra Asia Barat 2010)
3 Farid Ikhsan Asbani (Sastra Inggris 2003)
4 Genry Nuswantoro (Sastra Arab 2001)
5 Reynaldi Putra Pratrama (Sastra Asia Barat 2009)
6 M Mochtar Yahya (Sastra Arab 2007)
7 Afrizal Luthfi Lisdianta (Sastra Inggris 2009)
8 Erna Fitrianingsih (Sastra Inggris 2010)
9 Nurma Lisa Dwi Lestari (Sastra Jepang 2010)
10 Rima Amalia Eka Widya (Sastra Inggris 2008)
11 Septalia Anugrah Wibyaninggar (Sastra Inggris 2009)
12 Dyah Utami Nastiti (Sastra Indonesia 2006)
13 Henny Nur Alifah (Sastra Asia Barat 2009)
14 Pipit Suprihatin (Sastra Nusantara 2009)
15 Aji Yudha H (Bahasa Jepang 2007)
16 Abdul Aziz (Sastra Arab 2007)
17 Arifin Setiawan (Ilmu Sejarah 2007)
18 Gunawan Wibisono (Bahasa Jepang 2005)
19 Fathur Rahman (Sastra Arab 2007)
20 Pangky (Pariwisata 2003)
21 Faisal Amin Buchori (Sastra Perancis 2008)
22 Jaka Aris Eko Wibawa (Sastra Inggris 2010)
23 Rina Rakhmawati (Kearsipan 2007)
24 Salsabilla Sakinah (Arkeologi 2009)
25 Yenni Saputri (Sastra Inggris 2005)
26 Noor Hanifah (Sastra Arab 2005)
27 Bayu Darmawan (Bahasa Korea 2007)
28 Agusti Riandani (Ilmu Sejarah 2005)
29 Halimah Hasanah H (Sastra Indonesia 2006)

foto: gunawan














SIAGA KMIB 2012, DEPOK, YOGYAKARTA

 
© Copyright 2010-2011 Donasi untuk Dakwah All Rights Reserved.
Design by Borneo Templates | Sponsored by Wordpress Themes Labs | Powered by Blogger.com.