News Update :

Saturday, February 4, 2012

PERAYAAN MAULID NABI : Bid'ah atau Sunnah?

By at 9:25 PM
send email
print this page




Saat ini kita telah memasuki bulan Rabiul Awwal. Dan di antara peristiwa penting bagi umat Islam terjadi pada bulan ini yaitu peristiwa kelahiran sang utusan Allah, nabi besar Muhammad Saw, yang oleh sebagian besar umat Islam lazim diketahui terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Namun benarkah hal tersebut?
Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengemukakan bahwa tanggal kelahiran Rasulullah Saw tidak diketahui secara pasti. Namun disepakati secara luas bahwa beliau lahir pada hari Senin berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah al-Anshariy bahwa Rasulullah Saw ketika ditanya tentang puasa hari Senin maka beliau Saw bersabda, “Hari itu aku dilahirkan dan di hari itulah diturunkan (Al-Qur`an).”
Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Saw dilahirkan tanggal 12 Rabiul Awwal, meskipun masyhur tetapi dasarnya lemah karena berasal dari Ibnu Ishaq, di mana menurut ulama-ulama rijal hadis, Ibnu Ishaq selain dianggap sebagai seorang Syiah, dia juga seorang yang lemah dalam riwayat-riwayatnya. Imam Nasa`i mengatakan bahwa dia tidak kuat. Daraqutni mengatakan hadisnya tidak boleh menjadi hujjah. Imam Abu Daud ada berkata, “Dia adalah seorang yang berpemahaman Qadariah dan Mu’tazilah.” Imam Sulaiman at-Taimy, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Said al-Qatthan dan Imam Malik mengatakan dia seorang pendusta besar. Malah Imam Malik pernah berkata, “Dia seorang dajjal” (Mizanul I’tidal, Imam Zahabi, jilid 3, halaman 468 – 475). Di samping itu, Ibnu Ishaq juga tidak menyebutkan sanad-sanad dalam periwayatannya.
Sedangkan para ulama ada yang mengatakan bahwa hari Senin, sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas adalah tanggal 9 Rabiul Awwal. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Humaidi, Uqail, Yunus bin Yazid, Ibnu Abdillah, Ibnu Hazam, Muhammad bin Musa al-Khuwarazmi, Abdul Khattab Ibnu Dihyah, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar dan Badruddin `Aini (Al-Bidayah wa An Nihayah, jilid 2 halaman 260-261)
.
Syeikh Shafiyuurrahman al-Mubarakhfury, penulis kitab Ar-Rahiq al-Makhtum, di mana kitab tersebut menjadi pemenang pertama dalam lomba penulisan Sirah Nabawiyah yang diselenggarakan oleh Rabithah al-Alam al-Islamiy yang bermarkas di Mekah pada tahun 1399 H / 1978 M mengemukakan bahwa kelahiran Nabi Saw adalah pada hari senin tanggal 9 Rabiul Awal pada permulaan tahun dari peristiwa gajah yang bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M. Pendapat ini didasarkan atas hasil penelitian seorang ulama terkenal yang bernama Muhammad Sulaiman al Manshurfury dan peneliti astronomi, Muhammad Basya.
            Hal lain yang juga menjadi pertentangan terkait dengan kelahiran nabi atau biasa disebut Maulid Nabi ini, khususnya Indonesia, adalah adanya perayaan untuk memperingatinya. Menurut catatan sejarah, Maulid Nabi pertama kali dirayakan pada masa pemerintahan Sultan Salahudin al-Ayyubi. Gagasan perayaan ini berasal dari Abu Said al-Qakburi dengan tujuan untuk mempersatukan umat Islam yang saat itu terpecah belah pada masa perang salib. Perayaan pertama ini dirayakan besar-besaran.
            Ada beberapa golongan yang berbeda pendapat dalam menyikapi perayaan maulid Nabi Muhammad ini:
1.      Golongan pertama adalah umat Islam yang memperingati Maulid Nabi Muhammad dengan menjalankan amalan-amalan khusus dan juga merayakannya. Biasanya golongan ini membaca amalan-amalan tertentu serta Shalawat Nabi setiap Senin pada bulan Rabiul Awwal lalu mengadakan perayaan besarnya.
2.      Golongan kedua adalah umat Islam yang memperingati Maulid Nabi Muhammad hanya dengan merayakannya saja pada satu waktu tanpa mengerjakan amalan-amalan khusus. Golongan ini biasanya golongan yang lebih banyak dijumpai, terutama di masjid-masjid di pedesaan.
3.      Golongan ketiga adalah umat Islam yang sama sekali tidak memperingati Maulid Nabi Muhammad karena tidak adanya dalil yang menerangkan tentang hal ini. golongan ini memandang bahwa perayaan Maulid Nabi yang dilakukan oleh kebanyakan umat Islam adalah bid’ah.
Berbicara tentang bid’ah, Haris Firdaus, dalam bukunya NU, Persis atau Muhammadiyah yang ahli Bid’ah? mengemukakan bahwa pada dasarnya bid’ah tetaplah harus dihindari baik itu bid’ah haqiqiyah maupun idhafiyah. Adapun bid’ah haqiqiyah adalah perbuatan yang tidak ada dalam pokok-pokok atau cabang-cabang agama Islam dan sama sekali tidak memiliki dalil syar’i dalam al-Qur`an. Sedang bid’ah idhafiyah adalah perbuatan yang dibuat-buat dalam agama serta memiliki dalil dari al-Qur`an, Sunnah atau Ijma, sehingga dijadikan sandaran sebagai keberadaan perbuatan itu.
Adapula sebagian umat yang menggolongkan bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Menurut Abujamin Roham dalam Ensiklopedi Lintas Agama, pada dasarnya al-Qur`an dan hadis tidak pernah membagi-bagi bid’ah karena menurut artinya sendiri bid’ah artinya menambah-nambah sesuatu. Apa pun jenis bid’ah itu harus dihindari karena dianggap telah menambah-nambahi urusan agama, padahal urusan agama adalah urusan Allah dan Rasul yang telah ditetapkan dalam al-Qur`an dan hadis.
Umat Islam mengeti bahwa perayaan Maulid Nabi dikategorikan ke dalam bid’ah karena memang tidak ada sama sekali dalil yang menunjukkan tentang tuntunan untuk melaksanakan perayaan ini. Namun demikian, lagi-lagi kita terpecah dalam bagaimana bersikap mengenai hal ini. Umat Islam terpecah ke dalam dua pendapat:
1.      Golongan pertama memahami bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah bid’ah namun mengkategorikannya sebagai bid’ah hasanah, yaitu bid’ah yang baik yang dianggap sebagai sesuatu yang bermanfaat sehingga pelaksanaannya akan mendapatkan pahala dari Allah Swt.
2.      Golongan kedua memahami bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah bid’ah, dan bid’ah sekalipun dikategorikan pada bid’ah baik dan bid’ah buruk tetaplah sesuatu yang tidak memiliki dasar dan dalil yang kuat, sehingga tidak merayakannya sama sekali.
Golongan pertama beranggapan bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw meskipun dikategorikan bid’ah namun memiliki acuan hadis sendiri. Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim Tak seorang pun di antara kamu beriman sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai dirinya sendiri.” Umar ibn al-Khaththâb ra berkata, “Wahai Nabi saw, Aku sungguh mencintaimu melebihi diriku sendiri.” Juga bersandar pada ayat Al-Qur’an Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya(Q.s. al-Ahzab :56).
Perayaan Maulid Nabi Muhammad menurut golongan ini adalah bentuk dari dorongan rasa kasih sayang dan cinta dari umat Islam dengan bersuka ria menyambut hari kelahiran Rasulullah SAW. Menurut Ibn al-Hajj bahwa meningkatkan amalan-amalan ibadah serta Shalawat Nabi lebih khusus pada tiap malam senin di bulan Rabiul Awwal adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Sedangkan golongan kedua bersandar pada ketetapan para ulama yang telah mengkategorikan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai bid’ah. Sedang bid’ah yang meskipun dikategorikan sebagai bid’ah baik dan bid’ah buruk tetaplah suatu hal yang harus dihindari. 
Perayaan Maulid Nabi Muhammad dianggap sebagai suatu perayaan yang berlebih-lebihan dalam menunjukkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad. Dalam sebuah hadis diakatakan “Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji (Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka sebutlah, ‘Abdullah wa rasuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Serta sebuah hadis lain yang berbunyi Wahai manusia, jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan dalam beragama, karena sesungguhnya sikap berlebihan dalam beragama itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya. Dishahihkan oelh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah dan al-Shahihah: no. 1283)
Menurut Ustadz Zen Yusuf al-Choodlry, kalimat "Janganlah kamu sekalian memujiku dengan berlebih-lebihan” artinya adalah janganlah kamu sekalian memujiku dengan cara yang bathil, dan janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku. Makna kata ithra’ dalam hadis (laa tuthruni), adalah melampaui batas dalam memuji. Perayaan yang dilakukan khusus untuk memperingati Maulid Nabi muhammad tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Melakukan amalan-amalan tertentu serta meningkatkan ibadah secara khusus pada hari Senin dalam bulan Rabiul Awwal juga menimbulkan pertanyaan mengapa harus hari tertentu. Sebaiknya shalawat kepada Nabi Muhammad tetap konsisten diucapkan setiap harinya. Bahkan tentunya minimal lima kali sehari dalam shalat.
Sepertinya perbedaan pendapat semacam ini akan sulit menemui titik terang tanda kesepakatan. Jika kita amati semua yang dilakukan para ulama, ustadz hingga hanya seorang penulis dalam membahas masalah ini adalah keinginan untuk terus meningkatkan ibadah kepada Allah Swt. Mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad serta mencintai sosok teladannya adalah ibadah tentunya.
Ustadz Salim Filli dalam ceramahnya di Kota Bengkulu suatu ketika berkata bahwa yang harus kita lakukan untuk mewujudkan cinta kita pada Rasulullah adalah dengan mengamalkan apa yang telah ia ajarkan. Beliau mengurutkan tingkatan cinta seorang mukmin pada Rasul dalam 3 tingkatan:
1.      Mengakui dan mengimani keberadaan Rasul dengan mengucapkan “Aku bersaksi kepada Allah bahwa Muhammad itu utusan Allah”.
2.      Mengucap Shalawat Nabi setiap harinya
3.      Mengamalkan ajaran dan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.
Namun nyatanya, kita banyak terhenti pada tingkatan kedua. Banyak yang mempertentangkan bagaimana seharusnya bershalawat pada Rasulullah Saw. Dirayakan atau tidak, berlebihan atau tidak dan masih banyak pertentangan lainnya. Baiknya umat Islam mengamalkan ajaran Rasul sehingga tidak akan banyak terjadi perbedaan pendapat yang terkadang justru menimbulakan kebencian satu sama lain.
Bukankah lebih baik kita bersatu bersama, beribadah kepada Allah SWT, bershalawat untuk Rasulullah Saw sehingga terbentuklah pasukan Islam yang kuat dan suatu hari nanti mampu melawan dan mengambil alih peradaban dunia yang telah lama dikuasai para Yahudi dan Nasrani?

Wallahu’alam


Afrizal Luthfi L
Share This :
-
 
© Copyright 2010-2011 Donasi untuk Dakwah All Rights Reserved.
Design by Borneo Templates | Sponsored by Wordpress Themes Labs | Powered by Blogger.com.