Penulis : KH. Ghufron Maba
Penerbit : Java Pustaka, Surabaya
Tahun Terbit : 2008
Tebal : xii + 148 halaman
Di balik sekolah, murid-murid mencuri rokok
Di ruang kepala sekolah guru merokok
Di kampus mahasiswa merokok
Di kafe dan diskotek pengunjung merokok
Di gelanggang olahraga, atlet juga merokok
Banyak juga dokter merokok
Nukilan puisi Taufiq Ismail bertajuk “Indonesia Keranjang Sampah Nikotin” tersebut nampaknya mengusik penulis buku ini untuk menyuarakan keprihatinannya terhadap nasib bangsa yang terkungkung dalam kenikmatan yang membinasakan akibat rokok, kendati ribuan artikel ilmiah telah membuktikan bahaya rokok. Ironisnya lagi, hingga detik ini di Indonesia yang mayoritas Islam, tak pernah ada ketegasan dalam menentukan bobot hukum rokok yang sebenarnya, antara haram, makruh, maupun tidak dari para ulama.
Masyarakat di negeri ini kebanyakan bersikap masa bodoh, bahkan ikut terlena dalam kepulan asap rokok. Ada pula yang cuma terdiam karena khawatir akan memunculkan permusuhan di kalangan umat. Ditingkahi keambiguan kebijakan pemerintah dalam hal ini, memasang peringatan di bungkus rokok tentang bahayanya, tetapi juga masih mengizinkan iklan rokok merajalela. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang seharusnya menjadi rujukan tentang suatu perkara, tenyata belum mampu menegaskan hukum rokok. Sementara departemen kesehatan telah mencatat 57 ribu kasus kematian pertahun di Indonesia, adalah karena penyakit yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Hal ini benar-benar menjadi polemik berkepanjangan dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama umat Islam.
Dalam buku ini penulis menganalogikan masalah rokok dengan berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan yang dikuatkan oleh ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits. Buku ini membahas pula menganai sejarah orang mengenal rokok, hingga perkembangan pemakaiannya yang seakan telah membudaya. Dengan metodologi seperti ini diharapkan kita bisa berjalan ke muara hukum yang sebenarnya menurut pandangan Islam.
Semacam karya ilmiah, penulis menguraikan pandangan medis tentang rokok. Berbagai racun yang terkandung dalam rokok semisal tar, nikotin, karbon monoksida, hingga hidrogen sianida yang pada dasarnya adalah racun untuk hukuman mati, hingga ammonia yaitu bahan untuk pembersih lantai. Berbagai penyakit yang terkait dengan rokok, dari penyakit-penyakit yang mungkin menyerang perokok aktif, hingga risiko-risiko mengerikan pada perokok pasif. Juga catatan medis soal angka kematian yang disebabkan rokok.
Isu yang beredar di masyarakat bahwa rokok hukumnya makruh, di sini dianalisa penulis dimulai dari pengertian makruh itu sendiri dengan dalil-dalil (nash) yang terkait, serta pembagian makruh itu sendiri. Menanggapi pernyataan makruhnya rokok ini, penulis menyimpulkan bahwa rokok merupakan bagian dari khabaits (sesuatu yang buruk) seperti halnya formalin yang telah difatwakan haram oleh MUI. Sebagaimana telah tertulis dalam Al-Quran bahwa Allah mengharamkan segala sesuatu yang buruk atau khabaits (QS Al-A’raf:157).
Ditulis pula pengertian haram dan pembagiannya dalam Islam. Argumen haramnya rokok diperkuat dengan penyertaan berbagai sudut pandang yang tak asing dalam kehidupan masyarakat seperti pendidikan dan ekonomi.
Tak sekedar argumentasi seorang penulis, isi buku ini juga sarat akan nilai-nilai fikih dengan penguraiannya yang terperinci, serta pembahasan dan analisa terkait dengan kehidupan sehari-hari yang lugas dan tajam.
Berbeda dengan buku seputar rokok pada umumnya yang hanya membahas bahaya-bahayanya tanpa adanya ketegasan tentang pelarangannya, buku ini seolah menegaskan kepada kita—terutama kalangan umat Islam untuk kembali ber-ijtihad dengan mengacu sepenuhnya pada ketetapan hukum Islam yang telah dipaparkan dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Buku ini meluruskan kesimpang-siuran hukum rokok yang beredar di masyarakan melalui pembahasan nash yang terkait dengan analogi yang masuk akal.
Seperti halnya darah, babi, khamr (arak), narkotika, dan formalin yang dinyatakan haram karena terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia, rokok yang mengandung ribuan racun kimia yang jelas berbahaya tak ada salahnya jika dinyatakan sebagai benda haram. Mengingat banyaknya kemudharatan yang ditimbulkan daripada manfaat yang diperoleh. Lebih-lebih, jika ini menyangkut tatanan kehidupan umat Islam yang bisa saja rusak karena kebiasaan ‘mudharat’ ini. Jika saja kita mau memikirkan lebih dalam, hal ini merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan kehidupan umat di masa mendatang.
Tepat sekali ayat Al-Quran yang dikutip penulis di sampul depan buku ini: “Wa la tulqu biaidikum ilattahlukati...” yang berarti “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan...” (QS Al-Baqarah:195).
Septalia A. Wibyaninggar