Masyarakat dunia mengatakan zaman sekarang adalah zaman keterbukaan informasi. Setiap individu berhak memperoleh maupun mengakses informasi apa pun di berbagai belahan dunia. Dunia maya pun akhirnya berlomba-lomba menyuguhkan informasi sebanyak-banyaknya, terkini dan tepercaya (tentu dengan versinya masing-masing). Surat kabar bak jamur di musim penghujan. Belum lagi yang kita lihat di televisi maupun yang sering kita pantau dari radio-radio, baik dalam maupun luar negeri. Tak ayal, ledakan informasi yang sempat terjadi beberapa dekade lalu lambat laun muncul kembali, dalam kemasan yang berbeda. Orang kemudian menjadi kesulitan membedakan antara data mentah dengan informasi, antara realita atau hanya bumbu-bumbu lisan.
Sebagai pribadi yang tidak jarang bersentuhan dengan manajemen informasi, seringkali saya bertanya, masih layakkah teori-teori informasi yang diusung peradaban barat dan dimasukkan ke dalam otak-otak cendekia muda di bangku-bangku pendidikan? Bahkan pada akhirnya pun Barat sendiri tak mengalami masalah yang sama dengan merebaknya informasi yang sering membuat petinggi-petingginya keliru mengambil kebijakan. Lantas, bagaimana dengan peradaban Islam? Adakah ia membedah perkara terkait informasi?
Jauh sebelum KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mendefinisikan arti “informasi”, Al Qur’an telah menyinggung tentang “informasi” dan bagaimana cara mengelola informasi tersebut agar tak menjadi biang keladi kericuhan,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (keceobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”. (QS. 49:6)Seperti yang ditulis oleh Mubarok&Made Dwi Andjani, dosen fakultas Ilmu Komunikasi UNISSULA Semarang, dalam On Islamic Civilization, beberapa hal yang harus menjadi perhatian dalam memandang suatu informasi, antara lain:
1. Qashash/Naba al Haq, yaitu informasi haruslah menggambarkan kisah, berita yang benar, tidak hanya kemasannya, tetapi juga isi dari informasinya. Adapun ciri-ciri dari informasi yang benar adalah membuat si penerima informasi yakin akan kebenaran informasi tersebut, tidak menyembunyikan kebenaran dari suatu informasi yang memang harus diungkapkan dan tidak mencampuradukkan antara yang benar dengan yang salah sehingga menimbulkan keraguan kembali, harus objektif atau tidak mengikuti kepuasan salah satu pihak saja, menghilangkan praduga atau persangkaan yang salah terhadap objek dari informasi yang disampaikan. Selain itu, informasi haruslah memiliki ciri dapat menyelesaikan perbedaan atau pertentangan juga mendamaikan antara kedua belah pihak yang berselisih paham mengenai sesuatu hal.
2. Amar Ma’ruf Nahi Munkar, informasi hendaknya sebagai media untuk saling mengingatkan agar selalu menambah kebaikan dan meminimalkan keburukan, terutama yang selalu mendekatkan diri kita pada kehidupan akhirat dan Sang Pencipta.
3. Hikmah, mengacu pada cara penyampaian suatu informasi sehingga ketegasan dan kebenaran antara yang haq dengan yang bathil lebih terlihat, yaitu dengan penuh kebijaksanaan, ada sentuhan kelembutan, juga menyentuh kesadaran kognitif sehingga ada motivasi untuk selalu berakhlaqul karimah. Dan, dapat mengubah dari yang buruk menjadi baik.
4. Tabayyun atau klarifikasi, artinya informasi tersebut memang sudah benar-benar dicari kejelasan, kebenaran, keshahihannya dari sumber utama maupun sumber-sumber terpercaya, sehingga tidak menimbulkan ghibah yang dapat berujung pada fitnah.
5. Mauizhah hasanah, informasi itu haruslah mengandung contoh dan teladan yang baik sehingga dapat ditiru oleh yang mendengar atau melihat informasi tersebut, terutama kelompok yang termasuk rawan imitasi, seperti anak-anak dan remaja.
6. Layyin, terkait juga pada cara penyampaian informasi dengan tutur bahasa yang lembut dan tidak keras, apalagi kasar sehingga mudah diterima oleh si penerima informasi.
Jadi benarlah adagium yang mengatakan, “bicaralah yang baik, atau diam”, karena pertanggungjawaban sebuah lisan sangatlah berat.
By: Rina Rakhmawati
Referensi:
Al Qur’anul Kariim
On Islamic Civilization, Laode M. Kamaluddin (editor)
Sumber gambar dari sini